
“CIA secara aktif mempromosikan seni abstrak modern, seni yang terputus dari identitas manusia dan aspirasinya, seni yang setiap anak atau monyet bisa menghasilkannya.”
“Kita sudah menciptakan sesuatu untuk mengendalikan pikiran masyarakat goyim … [mereka] melihat melalui kacamata kita yang telah dirancang sedemikan rupa.” (Protocols of Zion, 12)
“Tidak ada yang lebih daripada seorang budak, mereka yang berpikir bebas tapi tanpa kebebasan.” ( Goethe )
W. Eugene Groves adalah seorang Amerika muda idealis yang ingin mengabdi kepada negaranya.
Setelah mendapatkan beasiswa Rhodes, dia memastikan untuk memimpin Asosiasi Mahasiswa Nasional – the National Student Association pada tahun 1966. Tapi, Presiden Philip Sherburne membiarkan Groves dalam rahasia: NSA diam-diam didanai oleh CIA.
Sampai batas ini, Groves pernah menjadi anggota “tanpa menyadarinya”, sebagai korban penipuan. Tetapi sebagai Presiden, tentu saja dia harus tahu apa yang sebenarnya. Dia harus menjadi peserta “yang sadar”.
Selama Perang Dingin, CIA diam-diam mendanai dan mengendalikan sejumlah mahasiswa Amerika Serikat, buruh, organisasi- organisasi keagamaan, politik dan seni, menurut buku “The Mighty Wurlitzer” ( 2008 ) oleh Hugh Wilford.
Mereka mencontoh organisasi “Front Rakyat” model propagandis Soviet Willi Munzenberg, dengan sungguh-sungguh merekrut orang Barat (Sosialis dan Liberal) dalam berbagai alasan “anti fasis”nya. Kelompok-kelompok yang tampaknya spontan namun secara diam-diam didanai dan diatur oleh Moskow (melalui CPUSA) dan dengan halus mempromosikan Komunisme. Munzenberg menyebut mereka dengan nama “innocents’ clubs.” – “klub tak bersalah.”
Ini tidak biasa bahwa CIA mau meniru taktik Komintern. Dengan terselubung, keduanya mengabdikan diri kepada para bankir sentral Yahudi Kabalis dan jaringan Masonik, mereka kini telah mensubversi semua lembaga swasta dan publik yang signifikan di Barat.

Lelucon terkenal Rusia menyatakan bahwa : “Di bawah Kapitalisme, manusia mengeksploitasi manusia, sementara di bawah Komunisme adalah sebaliknya.”
(“The Mighty Wurlitzer”, Buku tahun 2008 ini menjelaskan bagaimana bankir Illuminati “memainkan” Amerika ).
Seperti kita ketahui, tidak banyak perbedaan antara monopoli Kapitalisme dan Komunisme. Di bawah Komunisme, Negara memiliki perusahaan dan para bankir Illuminati memiliki Negara. Di bawah monopoli Kapitalisme, perusahaan-perusahaan memiliki Negara, dan bankir Illuminati memiliki perusahaan.
Keduanya membaktikan dirinya kepada para bankir pengikut Setan dan memberikan monopoli total dalam bidang politik, budaya, ekonomi dan spiritual, yaitu Tata Dunia Baru – the New World Order.
Satu-satunya perbedaan adalah, di Barat ada ilusi kebebasan dan demokrasi.
Hamba-hamba para bankir Illuminati yang “sadar” dipilih untuk memimpin pemerintahan dan organisasi, sementara tanpa disadari rakyat yang menjadi korban penipuan mengabadikan dirinya kepada ilusi masyarakat bebas. Masyarakat juga merupakan korban penipuan yang tanpa disadari dipelihara dalam keadaan koma oleh sistem pendidikan dan media massa.
Dilema Eugene Groves terselesaikan ketika Ramparts Magazine dan the New York Times mengekspos mahasiswa program CIA. Sekarang Anda bertanya, mengapa yang dikendalikan mau mengekspos sipengendali? Nah kadang-kadang korban penipuan menjadi penyebab gagalnya suatu pekerjaan. Pada akhirnya, bagaimanapun CIA dan Amerika Serikat didiskreditkan hal tersebut merupakan keuntungan untuk Illuminati. Mereka bekerja di kedua belah pihak melawan golongan Tengah. Tapi Anda tidak akan pernah melihat the New York Times menyerang bank sentral.
Groves mengatur transisi asosiasi mahasiswa untuk kebebasan dan kemudian berhenti. Katanya, “Dunia telah kehilangan kemurniannya,”. “Aku ingin keluar.” (Wolford, 5)
BUDAYA (CULTURE)
Bagaimana kita mengetahui, apa yang kita
ketahui? Kita diajari oleh media massa dan sistem pendidikan. Tapi
bagaimana jika mereka disubversi oleh sebuah perkumpulan rahasia
pengikut setan, yaitu Illuminati? (yakni Yahudi Kabalis dan
Freemasonry.)
“Modernisme” merupakan cerminan
penyimpangan secara bertahap terhadap realitas dan moralitas yang
direkayasa oleh bankir Illuminati. Apa yang kita anggap sebagai
“kemajuan” sebenarnya merupakan kemajuan dari agenda mereka yaitu agenda
si penyembah Setan. Memang terjadi sebuah perubahan yang “mengubah
dunia.” (mengubah dari Tata Dunia Lama menuju kepada Tata Dunia Baru,
yaitu yang seharusnya penyembahan hanya kepada Tuhan Yang Maha Esa
diubahnya menjadi penyembahan kepada Lucifer atau Setan, atau mengubah
realitas ciptaan Tuhan kepada ilusi ciptaan Setan-AZ, QS. al-Hijr 15:39)
Media massa dan sistem pendidikan
mempromosikan pengasingan realitas. Kebenaran ditekan. Kebohongan yang
disebarluaskan. Perilaku negatif atau akhlak yang merusak diri sendiri
digambarkan dengan penerangan yang positif.
Modernisme adalah solipsisme (teori
yang memandang bahwa hanya dirinya sendiri yang merupakan realitas)
dimana kesesatan para bankir ‘menjadi norma yang diyakini sebagai
kebenaran’. Misalnya, CIA aktif mempromosikan seni abstrak modern, seni
yang terputus dari identitas manusia dan aspirasinya, seni yang setiap
anak atau monyet bisa melakukannya.
Mereka membiayai majalah budaya seperti, (Encounter, Partisan Review)
kritikus (Clement Greenberg) dan museum seni melalui jaringan yayasan
dan jutawan Illuminati seperti Nelson Rockefeller dan John Hay Whitney .
“Banyak seniman dalam gerakan ini
memiliki latar belakang radikal seperti (Jackson Pollock, Mark Rothko
dan Franz Kline misalnya …) lukisan mereka, dengan ekspresi kesadaran
gestural artis dan penolakan total terhadap representasi, merupakan
celaan besar terhadap … seni Soviet … ” ( p.106 )
Sambil berpura-pura menolak realisme
sosialis, CIA memajukan agenda komunis yang membuat seni bertentangan,
tidak relevan dan jelek.
Cerita yang sama dapat diterapkan juga
untuk sastra modern di mana “anti-pahlawan,” yaitu orang luar terasing
dan orang yang tidak dapat menyesuaikan diri (dengan perintah Tuhan-AZ)
yaitu Yahudi Illuminati menjadi pahlawan. “Pahlawan” bukan komunitas
pembangun tetapi pemberontak penyembah Lucifer, perusak dalam doktrin Kabalis.
Demikian pula, kritik sastra modern merupakan bahasa sihir (linguistic voodoo)
memisahkan dari penulis realitas sosial, biografi atau tujuan. Sastra
diperlakukan seperti artefak mandiri. Kata atau kalimat yang terisolasi dianalisa seperti tulisan suci.
Kritik ini adalah ortodoksi ketika saya kuliah di universitas. Aku
bertanya-tanya mengapa plasebo ini disajikan sebagai “kebenaran.”
Sekarang aku tahu.
Cerita yang sama dapat diulang dalam
musik, TV dan film. Ceritera ini telah meyakinkan setiap orang bahwa
seorang perawan muda yang subur adalah seorang Dewi, cinta romantis dan
seks adalah obat ajaib serta sebagai tujuan hidup. (Apa bedanya dengan
seks yang dilakukan oleh pagan penyembah setan Illuminati? )
Dengan demikian bagaimana orang-orang
yang bingung, menyimpang dari kebenaran Tuhan dan pengkhianat umat
manusia ditempatkan ke dalam semua posisi pemimpin. Hanya karena melihat dipakainya semua logo dengan
imitatif (matahari terbit), titik, piramida (segitiga) atau kombinasi
dari ketiganya. Semua logo ada dimana-mana. Coba tebak? Sementara kita
sedang tidur, seorang pemuja setan mengambil alih.
Agar seni menjadi relevan, harus menyampaikan pesan pemuja setan yang merupakan kanker perusak masyarakat ini.
Feminisme
Feminisme gelombang kedua sebagai “popular front” lainnya
yang disponsori oleh Illuminati yang dalam mengekspresikannya
menyamar sebagai akar rumput. Gloria Steinem, dari keluarga broken home Yahudi,
sebenarnya seorang yang tidak cocok atau tidak dapat menyesuaikan diri
dengan keadaan situasi tertentu, dipilih untuk memimpinnya. Clay Felker, yang pada tahun 1950 bekerja sama dengan Steinem di “Biro Riset Independen,” CIA (student front lainnya) mengatur kampanye media. Rupanya Felker bukanlah seorang Yahudi.
Pada tahun 1968, Felker memperkerjakan Steinem di majalah New York. Ia menerbitkan edisi perdana 40 – halaman MS Magazine sebagai suplemen di New York.
Pada tahun 1975, Redstockings, sebuah majalah feminis radikal, menelanjangi hubungan Steinem dengan CIA. Mereka mengungkapkan bahwa Majalah MS didanai oleh Warner Communications dan Katherine Graham, keduanya adalah pimpinan CIA.
Pada tahun 1979, ketika Redstockings mencoba untuk membukukan laporannya, penerbit Random House dipaksa untuk menghapusnya
oleh kedua pimpinan CIA di atas dan penyandang dana gerakan feminisme,
yaitu Ford Foundation. Mereka merekayasa sedemikian rupa sehingga
feminisme terlihat seperti gerakan akar rumput yang spontan, seolah
merupakan perubahan sosial alami, bukan merupakan hasil rekayasa sosial
elit.
Pada saat yang sama, penulis seperti saya
yang mempromosikan heteroseksualitas dengan dipublikasikan sendiri,
diabaikan di media massa. Jadi kulture yang ada hanyalah dibuat-buat.
(lihat juga Kerry Bolton, Revolution from Above, hal.168)
Kesimpulan
Para bankir Kabalis telah mensubversi
lembaga-lembaga politik dan sosial kita serta menggunakan pemerintah
untuk memperbudak kita sesuai dengan cetak biru dari The Protocols of the Elders of Zion. Manusia seluruhnya di dunia dan pemerintahannya harus “seperti anak-anak di bawah umur,” demikian kata Protokol.(15)
Selalu ada dua jenis orang Yahudi: mereka
yang mengikuti Pemberi Hukum, Musa, di satu sisi, dan Jamaah Baal di
sisi lain. Sayangnya, yang terakhir telah menang sambil tetap
mempertahankan sebagian kecil prestise Hukum Musa (yang menguntungkan
tujuan mereka seperti mengenai Palestina). Dan mereka bergabung dengan
para pengkhianat dari setiap latar belakang, (pendidikan, bangsa dan
agama) yang tanpa ragu-ragu mengkhianati sesama mereka untuk keuntungan
pribadi.
Sepanjang sejarah, para penyembah Lucifer
ini telah mengobarkan perang melawan Tuhan, Sang pencipta spiritual
yang secara alami melekat kepada diri manusia. Mereka telah berusaha
untuk meniadakan Tuhan dan memperbudak manusia, dan keberhasilan mereka
sudah semakin sangat dekat. Inilah makna esoteris sebenarnya dari
“revolusi.”
Sebagian besar dari keberhasilan yang
telah mereka capai ini menyebabkan penghancuran empat sumber identitas
manusia dan maknanya : ras, agama (Tuhan), bangsa dan keluarga (gender.)
Mereka melakukannya dengan menciptakan satu ras, satu agama, satu
gender dan satu Pemerintahan Dunia. Pada saat yang sama, kulture kita
semakin tak menentu, bejat dan tak berarti.
Bahkan bakteri pun memiliki budaya.
Budaya sejati adalah pencarian untuk mengekspresikan dan mewujudkan
cita-cita spiritual yang universal seperti Kebenaran, Keadilan dan
Keindahan, yaitu Tuhan. Ketika Tuhan ditolak, manusia pergi ke arah lain
: kerusakan moral, yaitu apa yang diterima sebagai budaya hari ini. (Oleh: Henry Makow Ph.D).
0 Komentar