Di zaman serba liberalisme pengunaan alat-alat sex marak diperjualbelikan di toko-toko alat sex ini maupun via online. Tujuannya jelas, untuk
mencapai kepuasan seksual (yang barangkali tidak didapat dari
pasangannya). Atau bisa jadi dilakukan oleh orang-orang single. Mungkin
mereka berpikir daripada berzina (dengan orang) yang bisa berakibat
kehamilan, lebih baik melakukan dengan alat bantu (dildo, vibrator, atau
apapun namanya itu).
Berdasarkan ilmu yg saya dapatkan, penggunaan alat bantu seks SEBAIKNYA DIHINDARI, namun ada juga yang mengharamkan.
Alasan saya menggunakan istilah dihindari: karena penggunaan alat seks ini bisa dikatakan tidak berbeda dengan masturbasi atau onani,
meski tidak dilakukan sendiri. Namun intinya, perilaku ini sama-sama tidak
sesuai dengan fitrah manusia dan tujuan adanya hubungan seksual yakni
sebagai penyaluran hasrat seksual (yang sah) dan dilakukan secara
berpasangan (beda kelamin, tentunya).
Pernyataan saya merujuk pada Al Mu’minun(23):5-7,”dan orang-orang
yang menjaga kemaluannya, — kecuali terhadap istri-istri mereka atau
budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada
tercela. — Barang siapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah
orang-orang yang melampaui batas.”
“Tapi, selaku istri, saya tidak memperoleh kepuasan dari suami, sehingga saya menggunakan alat bantu seks (dildo/vibrator).”
“Setidaknya kalo dg dildo, saya tidak perlu berzina dengan laki-laki lain.”
Ada yang beralasan seperti di atas. Ada dilema juga membaca alasan-alasan di
atas. Namun, kita mesti pikirkan efek jangka panjangnya. Jika ternyata
dildo dirasa bisa lebih memuaskan dari suaminya, bagaimana jika ternyata
si istri tidak tertarik lagi (secara seksual) kepada suaminya?
Alih-alih berhubungan seks dengan suaminya (yang insya ALLOH dinilai
sebagai ibadah), karena alasan suaminya tidak bisa memuaskan dirinya, si
istri akhirnya lebih memilih dildo dan vibrator.
Naudzubillah.
Kita juga bisa merujuk pada ayat “dan bahwasanya Dialah yang menciptakan berpasang-pasangan laki-laki dan perempuan, — dari air mani, apabila dipancarkan.” (QS An Najm(53):45-56)
Lantas bagaimana solusinya?
1. Jika anda masih single dan punya hasrat seksual yg tinggi, ya solusi yg paling benar adalah menikah!
2. Jika anda sudah bersuami, tapi merasa kurang puas usai berhubungan
seks dengan suami, ada baiknya anda bicara langsung dengan suami.
3. Jika anda seorang janda, tetap tidak disarankan menggunakan alat
bantu seks (dildo, vibrator) untuk memuaskan hasrat seksual anda. Meski janda, bukan berarti anda lantas ‘mengotori’ hidup anda dengan hal-hal yg dilarang agama.
Pertanyaan selanjutnya, jika alat bantu seks (dildo/vibrator)
digunakan pada saat berhubungan seks dengan pasangannya, apakah boleh?
Dengan kata lain, si dildo tidak digunakan ‘sendirian’.
Hukumnya sama, sebaiknya dihindari. Karena katakanlah satu waktu
dildo/vibratornya tidak ada, maka otomatis kepuasan hubungan seks-nya
bisa hilang. Dan ini artinya: KETERGANTUNGAN pada sesuatu yang tidak
semestinya.
Maraknya Boneka Seks, Bagaimana Hukumnya Menurut Islam
Orientasi seks menyimpang yang sedang terjadi di Jepang disiasati dengan
menciptakan boneka seks "Dutch Wives" yang telah menginspirasi negara
lain. Seperi Yunani yang membuat boneka seks dengan gaya-gaya wanita
Yunani kuno.
Dutch Wives ini sangat detail, bahkan sebagai pembeli Anda bisa memilih jenis pubic hair yang Anda inginkan. Anda juga bisa memilih ukuran lubangnya, kencang atau lebar payudaranya.
Boneka
seks ini diciptakan sebagai alat bantu seks yang awalnya didedikasikan
untuk orang-orang cacat yang mungkin kesulitan untuk berhubungan seks.
Tapi tidak menutup kemungkinan boneka ini berpotensi dinikmati oleh
orang banyak, seperti anak-anak muda.
Lalu bagaimana hukumnya menggunakan boneka seks ini sebagai pelampiasan hawa nafsu menurut sudut pandang agama?
Sebenarnya,
ada perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai hukum onani. Menurut
Imam Syafi’i dan Imam Malik, onani adalah kegiatan dilarang dalam Islam.
Mereka merujuk, pada beberapa ayat Al-Qur’an sebagai berikut.
“Sungguh beruntung orang-orang beriman." (QS. Al-Mukminun 23:1).
“(yaitu) orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali untuk pasangannya (suami atau isterinya).” (QS. Al-Mukminun 23: 5-6).
“Barangsiapa yang mencari di balik itu, maka mereka itulah orang-orang yang melewati batas.” (QS. Al-Mukminun 23: 7).
Dalam
surat Al-Mukminun ayat tujuh tersebut, terdapat kata, “Barang siapa
yang mencari di balik itu.” Maksudnya adalah yang mencari kepuasan
seksual bukan dengan isteri atau suaminya, tapi dengan cara yang lain
seperti homo seksual, lesbi dan onani, maka tindakan tersebut merupakan
perbuatan yang melampaui batas atau haram.
Nah, dari ayat tersebutlah Iman Syafi’i dan Imam Malik membuat kesimpulan bahwa onani adalah perbuatan yang haram .
Namun ada juga sebagian ulama yang memperbolehkan, terutama ulama dari mahzab Hanafi dan Hanbali.
Mereka
mengatakan masturbasi secara prinsip hukumnya terlarang atau haram,
namun apabila dorongan seksual seseorang sangat tinggi padahal belum
mampu menikah, demi mencegah perbuatan zina, maka dalam kondisi ini
onani hukumnya menjadi mubah, tetapi dengan catatan tidak menjadi
kebiasaan atau adat.
Hal ini juga terdapat dalam kasus, orang yang sudah menikah namun tinggal berjauhan (long distance), demi mencegah perbuatan yang tidak diinginkan, maka sebagian ulama memperbolehkan onani.
Ada
juga beberapa ulama seperti Imam Ibnu Hazm berpendapat bahwa hukum
masturbasi adalah makruh, artinya bila ditinggalkan mendapat pahala dan
bila dikerjakan tidak berdosa.
Ia mendasarkan
pendapatnya pada firman Allah swt “Dialah Allah, yang menjadikan segala
yang ada di bumi untuk kamu.” (QS. Al Baqarah 2:29).
Oleh
karena itu Ibnu Hazm memandang makruh mencari kesenangan dengan cara
masturbasi karena untuk melakukannya tidak melibatkan orang lain. Secara
umum Allah SWT telah menciptakan segala sesuatu dengan fitrahnya. Salah
satu fitrah manusia adalah memenuhi kebutuhan seksual.
Namun
terlepas dari penjelasan di atas, sebaiknya kita menghindari penggunaan
seks toy yang berorientasi pada prilaku sex menyimpang, yang
mempengaruhi masalah kejiwaan seseorang yang tidak bisa menghadapi
kenyataan dalam dunia nyata.
0 Komentar