Ghazwul Fikri Antara Sunni dan Syiah

Banyak yang menulis, mengulas dan berkomentar, baik yang pro maupun yang kontra. Yang pro adalah para pemuka Syiah, seperti Jalaluddin Rakhmat, Haidar Bagir, dan rekan-rekannya, sedangkan yang kontra adalah para ulama Ahlussunnah yang memahami dengan baik dan benar sejarah permusuhan Sunni-Syiah, serta segenap rakyat Indonesia yang tidak ingin negeri ini tersobek-sobek oleh ulah Syiah.

Kecuali itu, saya sangat setuju jika ada program khusus dari Departemen Agama RI agar melakukan pembinaan kepada para aliran tertentu, terutama Syiah untuk kembali ke jalan yang benar dan diridhai Allah, yaitu Ahlussunnah wal Jama’ah, ajaran yang bersumber dari Rasulullah dan dicontohkan oleh para salafush-shaleh umat ini. Sedangkan golongan yang berlagak koboi, seperti penyerang Az-Zikra harus dihukum berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku. Negara ini negara hukum, bukan rimba atau gurun pasir yang tak bertuan.

Saya sepakat jika Sunni dengan Syiah diposisikan sebagai “Lakum dienukum waliyadien - Bagimu agamamu bagiku agamaku”, artinya jangan sering menyangkut-pautkan antara Syiah dengan Islam, mereka, walau beberapa hal sama dengan Islam, namun hakikatnya adalah tidak lebih dari gerombolan penyembah api Majusi.

Karena itu, kata-kata manis dari ulama su’, juhala, dan sufaha’ yang mengatakan, Ya. Akhy, kita semua Sunni, baik NU, Muhammadiyah, Persis, dll. Atau kata-kata, Yang berbeda Syiah dengan Sunni itu hanya masalah Imamah yang furu’, ibarat makanan di atas meja, jika suka dan berselera silahkan ambil, jika tidak suka jangan dicerca.

Atau statemen seperti ini, yang mempermasalahkan Sunni dan Syiah itu adalah mereka yang lahir belakangan! Untuk pernyataan yang terakhir ini sangat mudah dipatahkan, sebab, Imam Syiafi’i, Imam Ahmad bin Hambal, hingga Imam Bukhari, semuanya mempermasalahkan Syiah, lalu apa mereka lahir terlambat?

Sungguh sebuah keanehan yang sulit dimengerti, karena justru yang tidak mempermasalahkan Sunni dan Syiah itulah yang lahir terlambat, dan seharusnya memang tidak lahir di dunia ini!

Karena itu, para dai, cendekiawan, intelektual, dan ulama harus memanfaatkan media tersebut sebagai lahan dakwah dengan banyak menulis.
-----------------
Oleh islampos



Posting Komentar

0 Komentar