Uang, Kedudukan dan Wanita adalah Cara Zionis Kalahkan Musuh


“Uang, kedudukan dan wanita” merupakan senjata keji yang dieksploitasi entitas Zionis dalam membangun bangunan negara Israel, menjerat antek-antek. Zionis Israel menggunakan segala sarana dan cara yang illegal dalam perangnya terhadap umat Islam. Yang paling menonjol adalah “kekejian dan godaan”.

Hal  ini yang ditegaskan oleh sebuah studi Zionis yang dipublikasikan oleh harian Haaretz pada edisi 11 April 2004 yang menguak organisasi khusus yang dilakukan oleh pergerakan Zionis dengan mempekerjakan ribuan “pramuria” di era protektorat Inggris di Palestina. Para pramuria punya dua tugas utama guna menyediakan “comfort and refreshment” bagi tentara dan perwira pasukan Inggris dalam lainnya dari pasukan sekutu yang transit beristirahat di pesisir negeri saat Perang Dunia Kedua terjadi. Yang demikian merupakan bagian dari upaya pemimpin Zionis untuk mendapatkan dukung dari negara-negara dunia guna menyokong rencana kolonial dan mempermudah realisasinya di bumi Palestina.

Peranan ini tidak berhenti hingga dewasa ini, kendati hanya berubah bentuk dan sebutannya. Sumber-sumber Zionis mengungkap bahwa aparat intelijen Zionis menggantungkan operasi-operasi utamanya kepada agen wanita dan 20% dari pekerja di intelijen Zionis adalah kaum Hawa.

Kalau di zaman protektorat Inggris dahulu hingga era Mossad dewasa ini, wanita menempati posisi yang sangat vital dalam menjalankan operasi-operasi militer. Jumlah wanita dalam satu batalion terdapat sekitar 30% wanita. Sebagian dari mereka juga terlibat aktif dalam operasi-operasi militer. Dewasa ini Mossad devisi intelijen dalam militer Zionis bersandar kuat pada wanita dalam operasi mata-mata, menjerat para “kaki tangan” dengan menggunakan cara-cara yang rayuan dan perilaku keji. Sebagian besar agen dan kaki tangan yang berhasil ditangkap oleh pejuang Palestina bahwa seks merupakan cara yang paling efektif yang digunakan Mossad untuk mencampakkan seseorang menjadi agennya.


WANITA ZIONIS
Kesimpulan studi Zionis yang dilakukan oleh Daniella Raich untuk mendapatkan gelar Magister bidang studi “Studi Negeri Israel” di Universitas Haifa mengungkap sepak terjang al-Bugha yang menjadi bagian dari pergerakan Zionis dalam memperdaya mangsanya guna mencapai target-target strategis mereka.

Dalam studi itu diungkap, hampir mendekati jumlah 100 ribu prajurit Inggris dan Australia dan lainnya dari pasukan internasional datang ke Palestina di tahun 1930 dan 1940-an. Saat para prajurit yang lelah berperang melepas kepenatan dan ketegangan, mereka meluangkan waktu untuk bersenang-senang yang itu mereka dapatkan dengan mudah. Mereka menemukan lebih kurang 5 ribu “pramuria” Zionis yang siap melayani dengan digalakkan dan diorganisir oleh institusi-institusi gerakan Zionis.

Raich menyebutkan bahwa Tel Aviv di tahun 1940-an menyaksikan kemajuan yang pesat dalam bidang “pelacuran”. Menurut Raich ada tiga faktor yang menjadi penyebabnya; pertama, Tel Aviv menjadi tempat mangkalnya prajurit asing dalam jumlah besar. Kedua, kondisi ekonomi yang buruk menyebabkan sebagian besar imigran wanita baru berbondong menjadi penjaja seks. Ketiga, faktor eksploitasi mereka guna mencari kaki tangan gerakan Zionis.

Untuk itu para wanita yang dipekerjakan dalam jaringan al-Bugha’ disyaratkan berumur muda, bisa berbahasa asing dan tidak sedang menjalani wajib militer dalam pasukan Inggris. Menurut Raich bahwa wanita-wanita agen ini sama posisi dan fungsinya dengan lembaga-lembaga dan wanita-wanita yang berkeluarga dengan non-Zionis (kawin campur). Para petinggi pendudukan Zionis memanfaatkan ketiga sarana di atas sebagai satu kesatuan guna mempromosikan proyek Zionis di Palestina dengan harapan semua prajurit yang mempersunting wanita-wanita Zionis dapat menjadi duta-duta bagi niatan-niatan “baik” saat mereka pulang ke negeri masing-masing.

Mengapa perkara ini hanya didiamkan hingga sekarang? Menurut Raich bahwa hal itu sangat rahasia dan sensitif karena menyangkut pelacuran dan kawin campur yang dimanfaatkan untuk kepentingan hegemonik Zionisme.

Kini fungsi wanita Zionis tetap sama, walau berubah bentuk, untuk kepentingan intelijen dan negara Zionis. Hal ini seperti diungkap oleh harian Maariv bahwa Mossad merekrut wanita “Israel” dengan tujuan memanfaatkan mereka mempedaya kepemimpinan militer dan politik di negara-negara yang bermusuhan dengan Israel.

Menurut sumber-sumber Zionis bahwa mereka yang direkrut intelijen Mossad pada beberapa tahun silam berhasil menjalankan operasi-operasi penting seperti pembunuhan tokoh Palestina, Hasan Salam, pencurian rahasia di kedutaan besar Iran di Cyprus, kantor-kantor Hizbullah di Swiss dan penculikan pakar nuklir, Vanunu dari Italia ke Palestina. Mossad juga sangat tergantung pada wanita dalam operasi spionase dan merekrut kaki tangan dengan cara-cara menjerat mereka dengan aksi-aksi mesum dan seks sebagaimana disebutkan di atas.

Dalam pengakuan kaki tangan Zionis yang tertangkap oleh pejuang Palestina terungkap bahwa seks merupakan wasilah efektif yang digunakan Mossad untuk menjerat mereka. Para wanita agen Mossad merayu mereka dan menjalin hubungan seks di tempat yang telah diseting sedemikian rupa sehingga agen Mossad lain siap dengan segala kamera yang menyorot aksi mesum mereka dari A-Z. Para mangsa ditawarkan dua pilihan; menuruti perintah Mossad atau hasil rekaman kamera diungkap ke publik. Cara ini konon juga dilakukan terhadap pelajar-pelajar asing yang belajar di universitas-universitas beken di negara-negara maju termasuk Amerika. Sehingga tidak sedikit alumni-alumni Barat yang pulang ke negara-negara muslim lebih banyak membela kepentingan asing dari pada kepentingan lokal.

Para agamawan Zionis tidak berkeberatan dengan menggunakan seks sebagai cara mencampakkan musuh, bahkan mereka menganggap hal ini sebagai bagian dari ibadah dan pengabdian bagi negara. [Adb/ip/saksi]



Posting Komentar

0 Komentar