Politik itu Korup, siapa penyumbang terbesar?
Menyitir kesimpulan SM soal politik itu korup, mari kita kembali menelaah perjalanan bangsa Indonesia dari Merdeka hingga saat ini. Sejak Indonesia merdeka siapa sih yang memimpin bangsa ini dan dari apa sih partainya? Mari kita tinjau sejenak
1945 – 1966 : Soekarno, apakah beliau dari parpol Islam? Tentu PNI adalah parpol nasionalis
1966 – 1988 : Soeharto, apakah beliau dari parpol Islam? Tentu Golkar adalah parpol nasionalis
2001 – 2004 : Megawati, apakah beliau dari parpol Islam? Tentu PDIP adalah parpol nasionalis
2004 – 2014 : SBY, apakah beliau dari parpol Islam? Tentu Demokrat adalah parpol nasionalis
*Habibie tidak saya masukkan karena hanya sebentar, sementara Gusdur diusung multi partai
Dari situ seharusnya kita bisa menyimpulkan siapa penyumbang terbesar terbentuknya sistem politik Korup diIndoenesia? Bukankah partai nasionalis yang sejak Indonesia merdeka sampai sekarang memimpin negeri ini? Jika kita masih memberikan kesempatan pada partai nasionalis yang sudah memberikan kontribusi terbesarnya membangun system politik korup Indonesia, kenapa pula alergi terhadap parpol agama (khususnya islam) yang menawarkan solusi alternatif?
Apa sih kontribusi parpol Islam dimasa lalu?
Sebelum menghakimi soal parpol islam, mari kita pelajari juga sejarah parpol Islam dimasa lalu. Memang ada banyak parpol Islam diera orde lama, tapi saya hanya akan memasukkan parpol islam terbesar dan kiprahnya dalam politik di Indonesia yaitu NU dan Masyumi. Soal NU, walau sebagai salah satu partai besar pemilu saya tak terlalu tahu sepak terjangnya dipemerintahan karena setahu saya tak ada kadernya yang pernah jadi Perdana Menteri, berbeda dengan Masyumi yang sempat menjadikan M Natsir, Sukirman W dan Burhanuddin H sebagai Perdana Menteri Indonesia. Karena itu saya hanya akan menyoroti kontribusi Masyumi dan PM Burhanuddin H terkait peristiwa penting bersejarah bangsa ini.
Mungkin semua pernah mendengar Pemilu 1955, yang saat ini masih dianggap dan dijadikan parameter sebagai pemilu paling demokratis diIndonesia? Tentu bukan prestasi yang main – main mengingat itu pemilu pertama diIndonesia dan dilakukan ditengah – tengah berbagai pemberontakan plus kemajuan teknologi tak secanggih saat ini. Jika mengikuti rasio dan logika tentu seharusnya pemilu era modern itu harusnya akan lebih demokratis bukan? Kemajuan teknologi dan globalisasi seharusnya lebih memudahkan pemilu masa kini menjadi lebih demokratis dan transparan, tapi kenyataannya label pemilu paling demokratis masih disematkan pada pemilu darurat (saat perang) tahun 1955. Jadi apa perbedaannya?
Ternyata perbedaannya hanya 1 saja, Pemilu 1955 terjadi ketika penguasa (dulu PM) dijabat oleh Burhanuddin Harahap dari partai Masyumi yang tentu partai Islam, sementara pemilu lain yang kalah demokratis (padahal bisa belajar dari sukses pemilu pertama – pemilu saat perang pemberontakan DI/TII) semuanya dalam penguasa parpol nasionalis, apalagi pemilu jaman orde baru yang kita tahu semua penuh rekayasa.
Politik korup, salah siapa?
Selain barisan parpol nasionalis sejak Indonesia merdeka sampai saat ini yang berkontribusi terbesar membuat politik Indonesia sedemikian korup ketika berkuasa, siapa lagi pihak yang andil lainnya? Untuk menyimpulkannya mari kita cermati kondisi politik terkini. Jangan kira hanya PKS yang korupsi saja kebetulan PkS saat ini menjadi bulan-bulan media massa.
Sungguh sebuah keterbukaan informasi publik ketika Sekrtaris Kabinet Dipo Alam mengungkap data partai mana yang masuk TOP FIVE partai terkorup. Urutan partai terkorup berdasarkan rangking anggotanya yang tersangkut kasus korupsi adalah: Partai Golkar, PDIP, Demokrat, PPP, dan PKB. Terlepas apakah ini bernilai tendesius yang bernuansa politis, tapi yang jelas rakyat makin tidak percaya dengan permainan busuk kader-kader partai politik yang ternyata adalah para koruptor penjahat negara dan keadilan bagi rakyat.
Urutan teratas yang terkorup adalah Golkar (36,36%), kedua PDIP (18,18%), Partai Demokrat (11,36%), PPP (9,65%), PKB (5,11%), PAN (3,97%), dan PKS (2,27%).
Sejak Oktober 2004 hingga September 2012, Presiden SBY mengeluarkan 176 izin tertulis penyelidikan terhadap pejabat negara yang diminta Kejaksaan Agung (82 permohonan), kepolisian (93 permohonan) dan Komandan Puspom (1 permohonan).
Dari 176 persetujuan itu, untuk pemeriksaan bupati/wali kota sebanyak 103 izin (58,521 persen); wakil bupati/wakil wali kota 31 izin (17,61%); anggota MPR/DPR 24 izin (13,63%); gubernur 12 izin (6,81%); wakil gubernur 3 izin (1,70%); anggota DPD 2 izin (1,13%); dan hakim MK 1 izin (0,56%). Jumlah ini berasal dari sejumlah partai yaitu Golkar 64 orang (36,36%); PDIP 32 orang (18,18%); Partai Demokrat 20 orang (11,36%); PPP 17 orang (3,97%); PKB 9 orang (5,11%). PAN 7 orang (3,97%); PKS 4 orang (2,27%); PBB 2 orang (1,14%); PNI Marhaen, PPD, PKPI, Partai Aceh masing-masing 1 orang (0,56%); birokrat/TNI 6 orang (3,40%); independen/non partai 8 orang (4,54%); dan gabungan partai 3 orang (1,70%).
Sumber: http://id.berita.yahoo.com/dipo-pengungkapan-partai-korup-bukan-perintah-sby-095900969.html
Disitu disebutkan 3 besar partai terkorup adalah Golkar, PDIP dan PD, semuanya partai nasionalis bukan? Selain itu mari kita hubungkan dengan beragam survei politik terkini tentang siapa pemenang pemilu 2014.
Ternyata Golkar dan PDIP (selaku parpol terkorup versi seskab Dipo Alam) adalah calon pemenang pemilu 2014. Unik bukan bangsa Indonesia, para parpol nasionalis terkorup itu selalu saja diberi kesempatan untuk berkuasa, seolah – olah mereka akan tobat korupsi , persis cerita sinetron yang merajai tayangan TV Indonesia. Sementara parpol Islam serta merta langsung divonis jangan terjun kepolitik dengan membawa – bawa nama agama, tapi bawalah nama nasionalis yang sudah terbuti korup hanya karena beranggapan politik itu kotor dan korup (padahal sejatinya seperti system/cara lain spt budaya, ekonomi, politik itu netral dan kotor bersihnya tergantung pemainnya). Jadi kalau sudah begini salah siapa politik Indonesia menjadi korup dan mungkin akan terus korup jika tak ada perubahan paradigm parpol dan pemilihnya?
Jangan kira hanya PKS yang korupsi saja kebetulan PkS saat ini menjadi bulan-bulan media massa :
Menurut saya sudah tak jamannya masih terjebak pada diskursus partai nasionalis dan agama lagi, karena itu hanya menguras energi dan memecah belah bangsa ini belaka. Mau partai nasionalis silahkan, hanya saja tolong diperbaiki kinerjanya sehingga tidak terus menjadi kontributor terbesar menjadikan politik sedemikian kotor dan korup sehingga akhirnya rakyat menjadi apolitik, tak percaya pada parpol sebagai pilar penting demokrasi dan menjadi golput.
Mau partai agama / Islam juga silahkan, tapi tolong juga buktikan bahwa tidak hanya jualan agama tapi tercermin dari kinerjanya. Tolong juga belajarlah dari partai Islam masa lalu, seperti Masyumi dan NU, walau sebentar berkuasa tapi mampu melaksanakan pemilu paling pertama dan paling demokratis di Indonesia sesuatu yang bahkan belum bisa disaingi apalagi dilebihi oleh partai nasionalis walau telah berulang kali menyelenggarakan pemilu dan terbantu kondisi Negara yang kondusif dan kemajuan teknologi.
1966 – 1988 : Soeharto, apakah beliau dari parpol Islam? Tentu Golkar adalah parpol nasionalis
2001 – 2004 : Megawati, apakah beliau dari parpol Islam? Tentu PDIP adalah parpol nasionalis
2004 – 2014 : SBY, apakah beliau dari parpol Islam? Tentu Demokrat adalah parpol nasionalis
*Habibie tidak saya masukkan karena hanya sebentar, sementara Gusdur diusung multi partai
Dari situ seharusnya kita bisa menyimpulkan siapa penyumbang terbesar terbentuknya sistem politik Korup diIndoenesia? Bukankah partai nasionalis yang sejak Indonesia merdeka sampai sekarang memimpin negeri ini? Jika kita masih memberikan kesempatan pada partai nasionalis yang sudah memberikan kontribusi terbesarnya membangun system politik korup Indonesia, kenapa pula alergi terhadap parpol agama (khususnya islam) yang menawarkan solusi alternatif?
Apa sih kontribusi parpol Islam dimasa lalu?
Sebelum menghakimi soal parpol islam, mari kita pelajari juga sejarah parpol Islam dimasa lalu. Memang ada banyak parpol Islam diera orde lama, tapi saya hanya akan memasukkan parpol islam terbesar dan kiprahnya dalam politik di Indonesia yaitu NU dan Masyumi. Soal NU, walau sebagai salah satu partai besar pemilu saya tak terlalu tahu sepak terjangnya dipemerintahan karena setahu saya tak ada kadernya yang pernah jadi Perdana Menteri, berbeda dengan Masyumi yang sempat menjadikan M Natsir, Sukirman W dan Burhanuddin H sebagai Perdana Menteri Indonesia. Karena itu saya hanya akan menyoroti kontribusi Masyumi dan PM Burhanuddin H terkait peristiwa penting bersejarah bangsa ini.
Mungkin semua pernah mendengar Pemilu 1955, yang saat ini masih dianggap dan dijadikan parameter sebagai pemilu paling demokratis diIndonesia? Tentu bukan prestasi yang main – main mengingat itu pemilu pertama diIndonesia dan dilakukan ditengah – tengah berbagai pemberontakan plus kemajuan teknologi tak secanggih saat ini. Jika mengikuti rasio dan logika tentu seharusnya pemilu era modern itu harusnya akan lebih demokratis bukan? Kemajuan teknologi dan globalisasi seharusnya lebih memudahkan pemilu masa kini menjadi lebih demokratis dan transparan, tapi kenyataannya label pemilu paling demokratis masih disematkan pada pemilu darurat (saat perang) tahun 1955. Jadi apa perbedaannya?
Ternyata perbedaannya hanya 1 saja, Pemilu 1955 terjadi ketika penguasa (dulu PM) dijabat oleh Burhanuddin Harahap dari partai Masyumi yang tentu partai Islam, sementara pemilu lain yang kalah demokratis (padahal bisa belajar dari sukses pemilu pertama – pemilu saat perang pemberontakan DI/TII) semuanya dalam penguasa parpol nasionalis, apalagi pemilu jaman orde baru yang kita tahu semua penuh rekayasa.
Politik korup, salah siapa?
Selain barisan parpol nasionalis sejak Indonesia merdeka sampai saat ini yang berkontribusi terbesar membuat politik Indonesia sedemikian korup ketika berkuasa, siapa lagi pihak yang andil lainnya? Untuk menyimpulkannya mari kita cermati kondisi politik terkini. Jangan kira hanya PKS yang korupsi saja kebetulan PkS saat ini menjadi bulan-bulan media massa.
Sungguh sebuah keterbukaan informasi publik ketika Sekrtaris Kabinet Dipo Alam mengungkap data partai mana yang masuk TOP FIVE partai terkorup. Urutan partai terkorup berdasarkan rangking anggotanya yang tersangkut kasus korupsi adalah: Partai Golkar, PDIP, Demokrat, PPP, dan PKB. Terlepas apakah ini bernilai tendesius yang bernuansa politis, tapi yang jelas rakyat makin tidak percaya dengan permainan busuk kader-kader partai politik yang ternyata adalah para koruptor penjahat negara dan keadilan bagi rakyat.
Urutan teratas yang terkorup adalah Golkar (36,36%), kedua PDIP (18,18%), Partai Demokrat (11,36%), PPP (9,65%), PKB (5,11%), PAN (3,97%), dan PKS (2,27%).
Sejak Oktober 2004 hingga September 2012, Presiden SBY mengeluarkan 176 izin tertulis penyelidikan terhadap pejabat negara yang diminta Kejaksaan Agung (82 permohonan), kepolisian (93 permohonan) dan Komandan Puspom (1 permohonan).
Dari 176 persetujuan itu, untuk pemeriksaan bupati/wali kota sebanyak 103 izin (58,521 persen); wakil bupati/wakil wali kota 31 izin (17,61%); anggota MPR/DPR 24 izin (13,63%); gubernur 12 izin (6,81%); wakil gubernur 3 izin (1,70%); anggota DPD 2 izin (1,13%); dan hakim MK 1 izin (0,56%). Jumlah ini berasal dari sejumlah partai yaitu Golkar 64 orang (36,36%); PDIP 32 orang (18,18%); Partai Demokrat 20 orang (11,36%); PPP 17 orang (3,97%); PKB 9 orang (5,11%). PAN 7 orang (3,97%); PKS 4 orang (2,27%); PBB 2 orang (1,14%); PNI Marhaen, PPD, PKPI, Partai Aceh masing-masing 1 orang (0,56%); birokrat/TNI 6 orang (3,40%); independen/non partai 8 orang (4,54%); dan gabungan partai 3 orang (1,70%).
Sumber: http://id.berita.yahoo.com/dipo-pengungkapan-partai-korup-bukan-perintah-sby-095900969.html
Disitu disebutkan 3 besar partai terkorup adalah Golkar, PDIP dan PD, semuanya partai nasionalis bukan? Selain itu mari kita hubungkan dengan beragam survei politik terkini tentang siapa pemenang pemilu 2014.
Ternyata Golkar dan PDIP (selaku parpol terkorup versi seskab Dipo Alam) adalah calon pemenang pemilu 2014. Unik bukan bangsa Indonesia, para parpol nasionalis terkorup itu selalu saja diberi kesempatan untuk berkuasa, seolah – olah mereka akan tobat korupsi , persis cerita sinetron yang merajai tayangan TV Indonesia. Sementara parpol Islam serta merta langsung divonis jangan terjun kepolitik dengan membawa – bawa nama agama, tapi bawalah nama nasionalis yang sudah terbuti korup hanya karena beranggapan politik itu kotor dan korup (padahal sejatinya seperti system/cara lain spt budaya, ekonomi, politik itu netral dan kotor bersihnya tergantung pemainnya). Jadi kalau sudah begini salah siapa politik Indonesia menjadi korup dan mungkin akan terus korup jika tak ada perubahan paradigm parpol dan pemilihnya?
Jangan kira hanya PKS yang korupsi saja kebetulan PkS saat ini menjadi bulan-bulan media massa :
Menurut saya sudah tak jamannya masih terjebak pada diskursus partai nasionalis dan agama lagi, karena itu hanya menguras energi dan memecah belah bangsa ini belaka. Mau partai nasionalis silahkan, hanya saja tolong diperbaiki kinerjanya sehingga tidak terus menjadi kontributor terbesar menjadikan politik sedemikian kotor dan korup sehingga akhirnya rakyat menjadi apolitik, tak percaya pada parpol sebagai pilar penting demokrasi dan menjadi golput.
Mau partai agama / Islam juga silahkan, tapi tolong juga buktikan bahwa tidak hanya jualan agama tapi tercermin dari kinerjanya. Tolong juga belajarlah dari partai Islam masa lalu, seperti Masyumi dan NU, walau sebentar berkuasa tapi mampu melaksanakan pemilu paling pertama dan paling demokratis di Indonesia sesuatu yang bahkan belum bisa disaingi apalagi dilebihi oleh partai nasionalis walau telah berulang kali menyelenggarakan pemilu dan terbantu kondisi Negara yang kondusif dan kemajuan teknologi.
0 Komentar