Nasionalisme : Ideologi Impor Dari Barat

- Nasionalisme adalah satu paham yang menciptakan dan mempertahankan kedaulatan sebuah negara (dalam bahasa Inggris: nation) dengan mewujudkan satu konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia.

Para nasionalis menganggap negara adalah berdasarkan beberapa "kebenaran politik" (political legitimacy). Bersumber dari teori romantisme yaitu "identitas budaya", debat liberalisme yang menganggap kebenaran politik adalah bersumber dari kehendak rakyat, atau gabungan kedua teori itu.

- Nasionalisme dapat menonjolkan dirinya sebagai sebagian paham negara atau gerakan (bukan negara) yang populer berdasarkan pendapat warganegara, etnis, budaya, keagamaan dan ideologi. Kategori tersebut lazimnya berkaitan dan kebanyakan teori nasionalisme mencampuradukkan sebagian atau semua elemen tersebut. Nasionalisme kewarganegaraan (atau nasionalisme sipil) adalah sejenis nasionalisme dimana negara memperoleh kebenaran politik dari penyertaan aktif rakyatnya, "kehendak rakyat"; "perwakilan politik". Teori ini mula-mula dibangun oleh Jean-Jacques Rousseau dan menjadi bahan-bahan tulisan. Antara tulisan yang terkenal adalah buku berjudul Du Contract Sociale (atau dalam Bahasa Indonesia "Mengenai Kontrak Sosial"). Nasionalisme etnis adalah sejenis nasionalisme di mana negara memperoleh kebenaran politik dari budaya asal atau etnis sebuah masyarakat. Dibangun oleh Johann Gottfried von Herder, yang memperkenalkan konsep Volk (bahasa Jerman untuk "rakyat"). 

- Nasionalisme romantis (juga disebut nasionalisme organik, nasionalisme identitas) adalah lanjutan dari nasionalisme etnis dimana negara memperoleh kebenaran politik secara semulajadi ("organik") hasil dari bangsa atau ras; menurut semangat romantisme. 

- Nasionalisme romantik adalah bergantung kepada perwujudan budaya etnis yang menepati idealisme romantik; kisah tradisi yang telah direka untuk konsep nasionalisme romantik. Misalnya "Grimm Bersaudara" yang dinukilkan oleh Herder merupakan koleksi kisah-kisah yang berkaitan dengan etnis Jerman. 

- Nasionalisme Budaya adalah sejenis nasionalisme dimana negara memperoleh kebenaran politik dari budaya bersama dan bukannya "sifat keturunan" seperti warna kulit, ras dan sebagainya. Contoh yang terbaik ialah rakyat Tionghoa yang menganggap negara adalah berdasarkan kepada budaya. Unsur ras telah dibelakangkan di mana golongan Manchu serta ras-ras minoritas lain masih dianggap sebagai rakyat negara Tiongkok. Kesediaan dinasti Qing untuk menggunakan adat istiadat Tionghoa membuktikan keutuhan budaya Tionghoa. Malah banyak rakyat Taiwan menganggap diri mereka nasionalis Tiongkok sebab persamaan budaya mereka tetapi menolak RRC karena pemerintahan RRT berpaham komunisme. 

- Nasionalisme kenegaraan ialah variasi nasionalisme kewarganegaraan, selalu digabungkan dengan nasionalisme etnis. Perasaan nasionalistik adalah kuat sehingga diberi lebih keutamaan mengatasi hak universal dan kebebasan. Kejayaan suatu negeri itu selalu kontras dan berkonflik dengan prinsip masyarakat demokrasi. Penyelenggaraan sebuah ' national state ' adalah suatu argumen yang ulung, seolah-olah membentuk kerajaan yang lebih baik dengan tersendiri. Contoh biasa ialah Nazisme, serta nasionalisme Turki kontemporer, dan dalam bentuk yang lebih kecil, Franquisme sayap-kanan di Spanyol, serta sikap 'Jacobin' terhadap unitaris dan golongan pemusat negeri Perancis, seperti juga nasionalisme masyarakat Belgia, yang secara ganas menentang demi mewujudkan hak kesetaraan (equal rights) dan lebih otonomi untuk golongan Fleming, dan nasionalis Basque atau Korsika. Secara sistematis, bilamana nasionalisme kenegaraan itu kuat, akan wujud tarikan yang berkonflik kepada kesetiaan masyarakat, dan terhadap wilayah, seperti nasionalisme Turki dan penindasan kejamnya terhadap nasionalisme Kurdi, pembangkangan di antara pemerintahan pusat yang kuat di Spanyol dan Perancis dengan nasionalisme Basque, Catalan, dan Corsica. 

- Nasionalisme agama ialah sejenis nasionalisme dimana negara memperoleh legitimasi politik dari persamaan agama. Walaupun begitu, lazimnya nasionalisme etnis adalah dicampuradukkan dengan nasionalisme keagamaan. Misalnya, di Irlandia semangat nasionalisme bersumber dari persamaan agama mereka yaitu Katolik; nasionalisme di India seperti yang diamalkan oleh pengikut partai BJP bersumber dari agama Hindu. Namun demikian, bagi kebanyakan kelompok nasionalis agama hanya merupakan simbol dan bukannya motivasi utama kelompok tersebut. Misalnya pada abad ke-18, nasionalisme Irlandia dipimpin oleh mereka yang menganut agama Protestan. Gerakan nasionalis di Irlandia bukannya berjuang untuk memartabatkan teologi semata-mata. Mereka berjuang untuk menegakkan paham yang bersangkut paut dengan Irlandia sebagai sebuah negara merdeka terutamanya budaya Irlandia. Justru itu, nasionalisme kerap dikaitkan dengan kebebasan.

- Nasionalisme adalah ideologi asli impor dari barat, tulen digali dari bumi Eropa ingat revolusi Perancis. Dan betul-betul ide yang dari bule. Dari katanya saja sudah jelas isme ini asli Eropa. Dari middle English nacioun, from Anglo-French naciun, from Latin nation, natio birth, race, nation, from nasci to be born. Dari Eropa, ide ini lalu dibawa ke Indonesia oleh orang-orang bule Belanda, lalu turut dianut oleh penduduk pribumi.

Bagaimana dengan patriotisme? Sama saja, isme ini pun asli diimpor dari bumi Eropa. Dari kata French patriote from old French compatriot from Late Latin patriota from Greek patriotes from patrios of one's fathers from pater patr-father.

Jadi, kalau kita menyebut seseorang itu kurang patriotis atau tidak nasionalis, maka itu artinya adalah dia kurang kebarat-baratan atau tidak keeropa-eropaan.

Salah kaprah semacam ini juga terjadi di negara-negara komunis Asia, seperti misalnya Cina atau Vietnam. Pemerintah Cina dan Asia komunis lainnya selama ini selalu bersikap anti nilai-nilai Barat, padahal komunisme yang mereka anut dengan setia itu adalah asli nilai-nilai budaya barat, tulen ideologi dari barat. Bapak dari Komunisme, yaitu Karl Marx dan Friedrich Engels itu tulen penduduk Eropa Barat keturunan Yahudi, mereka lahir di Eropa Barat dan sama sekali tak pernah menginjakkan kakinya di luar Eropa Barat. Baru saja saya baca-baca lagi, ternyata keduanya memang tak pernah ke Eropa Timur! Benar-benar tulen penduduk Eropa Barat. Karl Marx bahkan menyusun bukunya Das Kapital di London, Inggris, negara yang termasuk paling ujung Barat dari Eropa. Anehnya, ideologi yang disusun untuk kondisi masyarakat Eropa Barat itu tak pernah laku di Eropa Barat, malah dulu larisnya di Eropa Timur.

Bagaimana kalau nasionalisme itu kita terjemahkan dengan kata "kebangsaan". aslinya tetap ideologi dari Barat. Kata "bangsa" sendiri juga aslinya dari kata "bans", kata India. Bukan asli sini juga. Jadi, hendaknya kita memang menghindari segala jenis pemujaan yang ekstrim dan berlebihan kepada isme-isme tersebut. Itu ternyata made in luar negeri juga kok, bukan asli sini. Kapan sih kita mau mulai memperhatikan kehidupan bernegara yang nyata dan berhenti memuja simbol-simbol? Apalagi, mereka yang selama ini suka pidato heboh tentang nasionalisme/kebangsaan itu seringkali adalah mereka yang paling heboh menyengsarakan bangsanya sendiri. Mereka yang rajin berpropaganda cinta tanah air seringkali adalah mereka yang justru paling rajin merusak daratan dan lautan di negara kita, menebang hutan semena-mena dan mempolusi lautan semaunya. Jadi, "tanah air" dalam pengertian abstrak di awang-awang juga yang mereka maksudkan, bukan betul-betul tanah dan air yang nyata.

Selama ini, bila ada orang Islam ditanya asal agamanya, maka ia tentu akan menjawab dari Arab. Orang Kristen akan menjawab dari Palestina. Orang Hindu dan Budha akan menjawab dari India. Lantas, kalau kita bertanya kepada mereka tentang simbol ini, isme itu, maka biasanya akan dijawab asli digali dari Indonesia. Lho? Padahal, jelas dari luar negeri juga.

Semua isme-isme itu memang asli berasal dari Eropa, kebanyakan berasal dari abad ke-19, abad yang sungguh hiruk-pikuk dengan beragam isme-isme, sebagai reaksi atas terjadinya perubahan besar-besaran dalam masyarakat karena terjadinya revolusi industri dan revolusi Perancis pada abad sebelumnya. Entah komunisme, nasionalisme, sosialisme, kapitalisme dan beragam isme lainnya, itu hasil pemikiran kaum terpelajar Eropa. Karena pada abad itu orang Asia dan Afrika, baik yang di negara merdeka atau terjajah, rata-rata memang belum melek huruf. Jadi, memang mengherankan bila ada yang menyangkanya asli Indonesia.

Ini bukan berarti saya tak mencintai tanah kelahiran saya. Saya pun menyukai segala budaya dan tradisi yang ada di Indonesia. Saya juga adalah seorang pecinta kesenian sehingga bila menonton suatu pertunjukkan tradisional saya memang menikmati pertunjukkan yang ada dan bukan menganggapnya sebagai alat propaganda belaka. Saya hanya tak menyukai sikap yang terlalu berlebih-lebihan dalam hal ini, sehingga seringkali membuat orang lupa akan tujuan dari didirikannya dan dibangunnya negara ini. Sehingga kita lalu hanya berhenti di hal-hal semacam itu saja. Hanya berhenti pada kulit dan tak pernah membangun isinya.

Fundamentalisme dan fanatisme agaknya memang tak terbatas dianut umat beragama tetapi juga penganut ideologi, yang lebih suka memuja dan mencintai simbol-simbol/benda mati ketimbang manusia/makhluk hidup. Bagi sebagian orang, agaknya lebih mudah mencintai benda mati/abstrak ketimbang mencintai manusia/makhluk hidup.  

Seperti kata Issa saat mengembara di tanah Timur, "For to do honor to stones and metals, he sacrifices human beings, in whom dwells a part of the spirit of the Most High.” (Nicolai Notovich, The Unknown Life of Jesus Christ, Chapter V, 21). Dalam hal ini, budaya zaman purba dan modern ternyata tak jauh berbeda. Bila kita benar-benar ingin menjadi manusia modern dan beradab, maka tentunya harus dibalik menjadi, "For to do honor to human beings, we sacrifices stones and metals". Bila kita bisa menghargai dan menghormati sesama human beings, menghormati harta mereka, nyawa mereka, tanah dan rumah mereka, keluarga mereka, tidak suka merampasnya dengan semena-mena, maka sebagian besar tujuan yang ada

di segala ideologi dan segala agama itu otomatis akan bisa tercapai dengan sendirinya.

Salah satu tujuan saya menulis tentang evolusi juga antara lain untuk memoderatkan sikap fanatik berlebihan kepada agama-agama, termasuk Islam tentunya, supaya orang bisa lebih menekankan berpikir rasional daripada kepada penafsiran yang kaku kepada ayat-ayat. Bisa senantiasa mengikuti perkembangan zaman. Dan agaknya sekarang perlu juga untuk memoderatkan sikap fanatik yang berlebihan kepada ideologi-ideologi, supaya orang bisa lebih menekankan kepada tujuan dari disusunnya ideologi itu sendiri, yakni untuk membahagiakan dan mensejahterakan manusia. Ideologi itu adalah suatu sarana untuk mencapai tujuan, bukan tujuan itu sendiri. Tujuannya ya itu, untuk membahagiakan dan mensejahterakan umat manusia, yang sudah berpuluh-puluh tahun tak kunjung tercapai jua. 

Dan seringkali kita malah disalip oleh negara-negara lain yang usianya lebih muda dari negara kita, padahal negara-negara itu tak punya simbol yang megah dan ideologi yang hebat. Tapi, mereka malah dengan pesatnya menyalip kita yang "hebat" ini. Karena kita hanya berhenti pada memuja simbol-simbol saja, malah seringkali cenderung narsis dengan simbol dan ideologi tersebut, sedangkan pelaksanaannya nol besar, bahkan malah seringkali mengamalkan kebalikannya.

Dan akhirnya, memang sebaiknya kita ini mendukung cinta kasih kepada manusia secara universal, tanpa menaruh manusia dalam kotak-kotak bernama bangsa, agama, budaya, suku dan lain lain. Saya kira itu lebih baik. Cintailah semua manusia, tanpa peduli bangsanya, agamanya, sukunya, sektenya, rasnya, madzhabnya atau berbagai bingkai primodialisme lainnya. Beyond religions, nationaliti es, and ideologies. Memang itu tak terhindarkan dan ada.






Posting Komentar

0 Komentar