Ini Kiayai, Ustadz atau Dukunkah? (1)

“Sesungguhnya ia (iblis) dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka.” (QS Al-A’raf 27)

Sering kita jumpai di sekitar kita, jika ada yang kehilangan sesuatu yang berharga, maka orang tersebut segera minta bantuan “orang pintar”.

Sebagian pemuda yang ditolak cintanya oleh wanita pujaannya pun segera minta bantuan seorang “kyai” tertentu.

Sebaliknya, banyak gadis yang ingin “enteng jodoh” pun tidak ketinggalan minta bantuan “ustadz”. Padahal sudah banyak kita dengar di media tentang dukun cabul yang biasa merenggut kehormatan pasiennya.

Sering juga kita dengar, artis ini, pejabat itu, datang ke dukun agar cepat kaya, untuk meraih kewibawaan, pangkat, dan agar menang dalam pemilu.

Orang-orang “butuh” tersebut tidak merasa tertipu atau pura-pura bodoh terhadap si dukun karena para dukun tersebut bernampilan “ustadz banget”, bersorban, berjubah serba putih, dan lain-lain. Jimat yang mereka berikan pun memakai tulisan arab yang semakin menambah kesan islami. Tidak hanya sampai disini, para dukun tersebut tidak segan untuk berkedok sebagai ahli pengobatan alternatif, wali berkaromah, kyai langitan, guru, ustadz linuwih, dan lain-lain.

Seolah-olah orang bodoh tersebut meminta tolong kepada seorang wali yang mempunyai beragam karomah, mengetahui ilmu ghoib, dan bisa mengatasi beragam persoalan. Tidak jarang pula mereka menunjukkan “karomah-karomah” tertentu seperti kebal, menghilang, terbang, dan lain-lain dengan dalih mendapatkan ilmu laduni (Ilmu putih) atau atas bantuan khodam.

Lantas apakah agama Islam yang sempurna ini tidak mengatur perkara aqidah ini? Mari kita bahas satu persatu, tentang hal-hal berikut ini:
A. Ilmu Ghoib Mutlak Hanya Milik Alloh ‘Azza wa Jalla
- Para Malaikat tidak mengetahui yg ghaib
- Nabi Muhammad sholallohu ‘alaihi wa sallam dan Nabi-Nabi sebelumnya tidak mengetahui yang ghoib
- Para Nabi pun tidak mengetahui yang ghaib
- Jin pun tidak mengetahui yang ghaib
- Bagaimana dengan para dukun yang terkadang ucapannya benar?
- Bagaimana dengan “Ilmu Laduni”?
- Apa hikmah manusia tidak mengetahui yang ghaib?

B. Bagaimana Hukum Bekerjasama / Meminta Bantuan kepada Jin?

-  Hukum meminta tolong kepada selain Alloh
-  Hubungan manusia dan jin yang terlarang
-  Sebagian ‘ulama membolehkan meminta tolong kepada jin dalam perkara dan syarat tertentu

C. Adakah Karomah dalam Islam?

-  Definisi Karomah
-  Wajib mengimani adanya karomah
-  Apakah setiap kejadian luar biasa adalah Karomah?
-  Contoh karomah wali sejati

D. Perbedaan Ustadz, Kyai, dan Dukun

-  Definisi Dukun
-  Definisi Kyai/Ustadz (Tulen)
-  Perbedaan Dukun dengan Ustadz/Kyai tulen
-  Trik-trik murahan yang digunakan para dukun
-  Mangsa empuk para dukun

E. Hukum Mendatangi/Bertanya kepada Dukun

-  Perincian hukum bertanya kepada Dukun

F. Hukuman untuk Si Dukun

-  Kafirnya si Dukun
-  Perdukunan adalah termasuk kemungkaran
-  Bagaimana memberantas kemungkaran dukun?


Berikut pembahasannya (dalam artikel Ini Kiayai, Ustadz atau DukunKah? (1) – (7):


A. Ilmu Ghaib Mutlak Semata-mata Milik Allah ‘Azza wa Jalla

Beriman dengan (adanya) perkara ghaib yang diberitakan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya merupakan salah satu ciri orang yang bertaqwa, sebagaimana firman Alloh subhanahu wa ta’ala dalam QS. Al-Baqarah: 1-3. Sedangkan tidak beriman dengan perkara ghaib tersebut merupakan ciri orang kafir atau ahli bid’ah)

Ghaib adalah sesuatu yang tertutup dari indra pendengaran, penglihatan, penciuman dan perasa.


Berkata Ibnu Al-’Arobi rahimahullah, “Dan hakikatnya (ghaib) adalah semua yang tertutup dari pancaindra, dari hal yang tidak dapat dicapai kecuali dengan kabar, bukan dengan melihat, maka pahamilah”. (Ahkamul Qur’an 1/8).

Berkata Ibnu Faris rahimahullah, “(Ghoin-Ya-Ba) adalah asal shohih yang menunjukkan atas tertutupnya sesuatu dari mata, kemudian diqiyaskan darinya al-ghaib, yakni segala hal yang tertutup, yang tidak mengetahuinya kecuali Allah”. (Mu’jam Muqayisul Lughah 2/307).

Allah Ta’ala telah menjelaskan dalam al-Qur’an secara gamblang dan tidak meninggalkan keraguan sedikitpun bagi orang yang mau mentadabburinya, bahwa ilmu ghaib mutlak hanyalah semata-mata milik Allah. 

Berikut ini beberapa ayat yang menerangkan hal tersebut. Alloh berfirman:


إِنَّ اللهَ عِندَهُ عِلْمُ السَّاعَةِ وَيُنَزِّلُ الْغَيْثَ وَيَعْلَمُ مَافِي اْلأَرْحَامِ وَمَاتَدْرِي نَفْسٌ مَّاذَا تَكْسِبُ غَدًا وَمَاتَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوتُ إِنَّ اللهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ 

“Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya pengetahuan tentang hari kiamat; Dia pulalah yang menurunkan hujan, dan mengetahui segala sesuatu yang ada dalam rahim. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa-apa yang akan dia usahakan besok. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Luqman: 34)

قُلْ لَا يَعْلَمُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ الْغَيْبَ إِلَّا اللَّهُ وَمَا يَشْعُرُونَ أَيَّانَ يُبْعَثُونَ



Artinya:“Katakanlah, ‘Tidak seorang pun di langit dan bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah’.” (An-Naml: 65).

وَعِندَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لاَ يَعْلَمُهَا إِلاَّ هُوَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَمَا تَسْقُطُ مِن وَرَقَةٍ إِلاَّ يَعْلَمُهَا وَلاَ حَبَّةٍ فِي ظُلُمَاتِ الأَرْضِ وَلاَ رَطْبٍ وَلاَ يَابِسٍ إِلاَّ فِي كِتَابٍ مُّبِينٍ ﴿٥٩﴾

Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daunpun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir bijipun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuz). Q.S. Al-An’aam : 59.

As-Sa’di rohimahulloh berkata: “Ayat yang mulia ini merupakan ayat yang paling besar dalam merincikan luasnya ilmu Allah l, yang mencakup seluruh perkara ghaib. Allah subhanahu wa ta’ala mengajarkan sebagiannya kepada hamba-hamba-Nya yang dikehendaki. Namun kebanyakan perkara ghaib itu disembunyikan ilmunya dari malaikat yang dekat maupun para rasul yang diutus, lebih-lebih dari selain mereka. (Tafsir As-Sa’di, 1/259)

Baca juga ayat-ayat lainnya di situs http://abusalmanz.wordpress.com/page-1/. Di situs ini juga dijelaskan macam-macam keghoiban.


Para Malaikat tidak mengetahui yang ghaib

Kendatipun para malaikat adl mahluk yg dekat di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala namun utk urusan ghaib ternyata mereka pun tdk mengetahuinya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman saat pertama kali hendak menciptakan manusia:

وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلاَئِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي اْلأَرْضِ خَلِيْفَةً قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيْهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيْهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لاَ تَعْلَمُوْنَ. وَعَلَّمَ آدَمَ اْلأَسْمَاءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى الْمَلاَئِكَةِ فَقَالَ أَنْبِئُوْنِي بِأَسْمَاءِ هَؤُلاَءِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِيْنَ. قَالُوا سُبْحَانَكَ لاَ عِلْمَ لَنَا إِلاَّ مَا عَلَّمْتَنَا إِنَّكَ أَنْتَ الْعَلِيْمُ الْحَكِيْمُ

“Dan ingatlah ketika Rabbmu berfirman kepada para malaikat: ‘Sesungguh Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.’ Mereka berkata: ‘Mengapa Engkau hendak menjadikan di bumi itu orang yg akan membuat kerusakan pada dan menumpahkan darah padahal kami senantiasa bertasbih dgn memuji Engkau dan mensucikan Engkau?’ Allah berfirman ‘Sesungguh Aku mengetahui apa yg kamu tdk ketahui.’ Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama seluruh kemudian mengemukakan kepada para Malaikat lalu berfirman: ‘Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang orang2 yg benar!’ Mereka menjawab: ‘Maha Suci Engkau tdk ada yg kami ketahui selain dari apa yg telah Engkau ajarkan kepada kami. Sesungguh Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana’.”

Nabi Muhammad sholallohu ‘alaihi wa sallam dan Nabi-Nabi sebelumnya tidak mengetahui yang ghoib

Allah Ta’ala berfirman memerintahkan kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam:

قُل لاَّ أَقُولُ لَكُمْ عِندِي خَزَآئِنُ اللّهِ وَلا أَعْلَمُ الْغَيْبَ وَلا أَقُولُ لَكُمْ إِنِّي مَلَكٌ إِنْ أَتَّبِعُ إِلاَّ مَا يُوحَى إِلَيَّ قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الأَعْمَى وَالْبَصِيرُ أَفَلاَ تَتَفَكَّرُونَ ﴿٥٠﴾

Katakanlah (Wahai Muhammad): “Aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa perbendaharaan Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang ghaib dan tidak (pula) aku mengatakan kepadamu bahwa aku seorang malaikat. Aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku. Katakanlah: “Apakah sama orang yang buta dengan orang yang melihat?” Maka apakah kamu tidak memikirkan (nya)?Q.S. Al-An’aam : 50.

Dan Allah Ta’ala berfirman:

قُل لاَّ أَمْلِكُ لِنَفْسِي نَفْعاً وَلاَ ضَرّاً إِلاَّ مَا شَاء اللّهُ وَلَوْ كُنتُ أَعْلَمُ الْغَيْبَ لاَسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِ وَمَا مَسَّنِيَ السُّوءُ إِنْ أَنَاْ إِلاَّ نَذِيرٌ وَبَشِيرٌ لِّقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ ﴿١٨٨﴾

Katakanlah (wahai Muhammad): “Aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman. Q.S. Al-A’raaf: 188.

Dan dalam hadits Jibril, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam ketika ditanya tentang kapan hari kiamat Beliau bersabda :

ما المسئول عنها بأعلم من السائل

(Tidaklah yang ditanya lebih tahu dari yang ditanya. (HR. Muslim)

Dan dari ‘Aisyah semoga Allah meridhainya ia berkata:

من زعم أن رسول الله صلى الله عليه وسلم يخبر بما يكون في غد فقد أعظم على الله الفرية، والله يقول: {قُلْ لا يَعْلَمُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ الْغَيْبَ إِلَّا اللَّهُ} أخرجه مسلم

Siapa yang mengira bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam mengabarkan tentang apa yang akan terjadi esok hari (mengilmui perkara ghaib), sungguh ia benar-benar telah berdusta atas Allah, sedangkan Allah Ta’ala berfirman:


قُل لَّا يَعْلَمُ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ الْغَيْبَ إِلَّا اللَّهُ

 
Katakanlah (wahai Muhammad): “Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah”. Q.S. An-Naml: 65. (HR Muslim)

Rasulullah sholallohu ‘alaihi wa sallam mengingkari ketika diri beliau dianggap mengetahui perkara ghaib, sebagaimana dalam riwayat Al-Imam Al-Bukhari dari Rubayyi’ bintu Mu’awwidz bin ‘Afra rodhiyallohu ‘anha. Dia berkata: “Tatkala Rasulullah walimatul ‘urs denganku, beliau duduk seperti duduknya dirimu (maksudnya perawi, red.) di hadapanku. Mulailah budak-budak wanita memukul (duff/semacam rebana) dan berdendang tentang ayah-ayah mereka yang terbunuh pada perang Badr. Di saat itu, salah seorang mereka berkata: ‘Dan di tengah kami ada seorang Nabi, yang mengetahui perkara esok hari.’ Beliau lalu berkata: ‘Tinggalkan ucapan ini! Katakanlah seperti ucapan yang telah engkau ucapkan’.”

Hadits ini menunjukkan, tidak benar jika seseorang berkeyakinan bahwa seorang nabi, wali, imam, atau syahid, mengetahui perkara ghaib. Sampai pun di hadapan Rasulullah n, keyakinan ini tidak boleh terjadi.” (Risalatut Tauhid, 1/77)

Bukti lain bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam tidak mengetahui yang ghaib adalah adalah ketika ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma tertinggal dari rombongan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam karena mencari kalungnya yang hilang, beliau dan rombongan tidak mengetahui kalau ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma tidak ada di dalam sekedupnya. Waktu itu mereka menyangka ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma sudah berada di dalamnya, setelah menyelesaikan urusannya. Mereka baru mengetahui dimana ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma , saat Shafwân bin Mu’aththal Radhiyallahu anhu mengantar ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Selanjutnya, berkembang isu ‘Aisyah berselingkuh yang disebarkan oleh orang-orang munafik. Berita itu pun sampai ke telinga Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Saat itu, beliau tidak mengetahui benar tidaknya kabar yang sedang tersiar itu. Selama sebulan, beliau berdiam diri. Beberapa Sahabat pun sempat beliau mintai pendapat, seperti ‘Ali bin Abi Thâlib dan Usâmah bin Zaid Radhiyallahu anhuma tentang ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam baru mengetahui bahwa tuduhan tersebut merupakan kedustaan setelah Allah Azza wa Jalla menurunkan ayat tentang barâ`ah (terbebasnya) ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma dari tuduhan itu.[ Shahîh Muslim (8/112) dengan diringkas.

Namun terkadang Allah Subhanahu waTa’ala memperlihatkan apa yang dikehendakiNya dari yang ghaib kepada rasul-rasulNya untuk suatu hikmah dan kemaslahatan.

Allah Subhanahu waTa’ala berfirman,

عَالِمُ الْغَيْبِ فَلَا يُظْهِرُ عَلَى غَيْبِهِ أَحَدًا (26) إِلَّا مَنِ ارْتَضَى مِنْ رَسُولٍ [26، 27

Artinya:”(Dia adalah Tuhan) Yang Mengetahui yang ghaib maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorang pun tentang yang ghaib itu, kecuali kepada rasul yang diridhaiNya.” (Al-jin : 26-27).

Karena bukti kenabiannya adalah mukjizat, dan diantara mukjizat itu adalah mengabarkan tentang masalah ghaib yang diperlihatkan Allah Subhanahu waTa’ala kepadanya. Dan hal ini berlaku umum bagi rasul (utusan Allah), baik dari jenis malaikat maupun dari jenis manusia. Dan selain mereka tidak diperlihatkan masalah ghaib, berdasarkan dalil yang membatasinya.

Para Nabipun tidak mengetahui yang ghaib


Malaikat pernah mendatangi Nabi Ibrahim dan Nabi Luth dalam bentuk manusia. Kedua Nabi tersebut tidak mengetahui bahwa yang datang itu adalah malaikat.

Adapun Ibrahim, ketika menyuguhkan daging anak sapi yang dipanggang kepada tamunya dan tamu tersebut tidak mau menyentuh sedikitpun dari makanan itu, maka muncullah rasa takut Nabi Ibrahim. Lalu tamu (malaikat) itu berkata, “Jangan kamu takut, sesungguhnya kami adalah (malaikat-malaikat) yang diutus kepada kaum Luth” (QS. Hud 70).

Adapun Luth ketika didatangi oleh kaumnya dan mereka menghendaki para tamu yang ada dirumah Luth. Luth berkata kepada kaumnya, “Seandainya aku ada kekuatan (untuk menolakmu) atau kalau aku dapat berlindung kepada keluarga yang kuat (tentu aku lakukan). Lalu tamu-tamu itu berkata, ‘Hai Luth, sesungguhnya kami adalah utusan-utusan Tuhanmu (malaikat). Sekali-sekali mereka tidak dapat mengganggumu’.” (QS. Hud 80-81).

Andai para Nabi itu mengetahui yang ghaib, tentulah mereka mengenal siapa jati diri tamu itu sebenarnya, yaitu malaikat. 


Baca selanjutnya Ini Kiayai, Ustadz atau DukunKah?(2)



Posting Komentar

0 Komentar