Tahukah Bulan Bintang Bukan Simbol Islam

Dalam bahasan yang lalu telah dijelaskan sebagian diantara begitu banyak simbol-simbol yang digunakan oleh Freemasonry Yahudi, yang bahkan diantara simbol tersebut tidak jarang pula dipakai oleh kaum Muslimin, seperti simbol Bintang segi delapan. Karena seringnya simbol ini digunakan sebagai dekoratif masjid atau sesuatu yang berkaitan dengan Islam, sehingga terbentuklah opini bahwa Bintang segi delapan adalah merupakan ikon bagi Islam. Padahal anggapan tersebut adalah keliru karena apabila ditelusuri lebih lanjut, simbol bintang segi delapan (the 8 pointed star atau dikenal sebagai the Star of Chaos) bukanlah bagian daripada Islam, dan tidak semestinya digunakan oleh kaum Muslimin karena ia adalah berasal dari kepercayaan paganisme.

Tampak pada foto-foto berikut ini, penggunaan Bintang segi delapan yang telah salah kaprah digunakan sebagai dekoratif masjid di berbagai belahan dunia :


Pictured is a gilded 8-point star in the center of the dome of Mosque Maryam in Chicago, IL. Calligraphy inscribed around the dome bears the 35th verse from the 24th Surah “An Nuur” and the Name of Allooh on each pillar. Photo: Kenneth Muhammad 
Dalam foto terlihat bintang segi delapan berwarna keemasan di tengah kubah Masjid Maryam di Chicago, Illinois, USA. Kaligrafi yang tertulis disekitar kubah berisi ayat ke-35 dari Surat ke 24 yakni Surat An Nuur dan nama Allooh ditulis pada masing-masing pilar. Foto: Kenneth Muhammad. (sumber: http://www.finalcall.com/artman/publish/article_4281.shtml).

 The 8-point star windows in a mosque in Abu Dhabi 
(Bintang segi delapan pada jendela-jendela masjid di Abu Dhabi)

The eight point star of a stained glass window in King Abdul Aziz mosque in Marbella, Spain (Bintang segi delapan pada jendela kaca di masjid King Abdul Aziz di Marbella, Spanyol)
Simbol Bintang segi delapan (the 8 pointed star) sendiri sebenarnya justru berkaitan dengan the Star of Ishtar yang berasal dari paganisme Babylonia dan Assyria. Ishtar, menurut kepercayaan mereka adalah dewi perang Babylonia. Dia dikenal pula sebagai dewi nafsu/ birahi – perang dan prostitusi, serta dikenal pula sebagai dewi Venus.

The symbols of; Shamash (the sun), Sin (the moon) and Ishtar (star). Ishtar, the Babylonian-Assyrian warrior goddess. She is known as the Babylonian goddess of passion-war- prostitution, the Babylonian version of Inanna, and later identified with goddess Venus.
 (sumber: http://mythologyversusreligion.ning.com/profiles/blogs/sumerian-babylonian-assyrian-and-phoenician-gods-and-goddesses)

References to Venus as early as 3000 BC are known from evidence at Uruk, an important early Sumerian city in southern Iraq. Inanna is Venus, known later as Ishtar, and the Uruk tablets specify her celestial identity with the symbol for “star”: an eight-pointed star 
(Referensi paling tua dari Venus adalah berasal dari tahun 3000 SM yang dikenal dari sebuah bukti di Uruk, yakni kota penting paling awal dari kaum Sumeria di Irak selatan. Inanna adalah Venus, yang kemudian dikenal sebagai Ishtar, dan lempengan Uruk ini menunjukkan bahwa Ishtar / Venus dilambangkan dengan simbol “Bintang”: sebuah bintang bersudut delapan).

Nah, disamping kesalahkaprahan tentang penggunaan simbol Bintang segi delapan, maka berikut ini akan kita bahas juga suatu simbol yang karena banyaknya / seringnya digunakan oleh kaum Muslimin di berbagai belahan dunia, sehingga seringkali dikonotasikan bahwa ia adalah lambang Islam, padahaL sesungguhnya ia BUKAN lah bagian daripada Islam. Simbol tersebut adalah simbol “Bulan Sabit & Bintang”.

Bulan Sabit dan Bintang sesungguhnya BUKAN bagian daripada Islam dan TIDAK SEMESTINYA dianggap sebagai lambang Islam. Karena baik Bintang segi delapan ataupun “Bulan Sabit dan Bintang” keduanya adalah berasal dari kepercayaan paganisme, yang jelas-jelas bertentangan dengan ‘aqiidah Islamiyyah. Sangat disayangkan kesalahkaprahan ini telah tersebar keseluruh dunia, sehingga tidak heran apabila dalam anggapan orang-orang kaafir (sebagaimana terungkap dalam berbagai situs Barat diantaranya adalah situs berikut ini yang berjudul “Who is Muslim God Allah? Is he Yahweh?” oleh B. Walker pada: http://www.knowbiblefactsfromfiction.com/who-is-the-muslim-god-allah-part-1.html), mereka mempunyai persepsi yang keliru bahwa kaum Muslimin menyembah berhala, oleh karena kesamaan ikon Bulan Sabit dan Bintang yang banyak digunakan kaum Muslimin dengan simbol serupa pada paganisme. Padahal Islam berlepas diri dari simbol tersebut. Tidak pernah terdapat riwayat yang shohiih bahwa Rasulullah dan Salafus Shoolih menggunakan simbol-simbol itu.

Perhatikan betapa kesalahkaprahan ini bahkan diterapkan hingga ke bendera-bendera berbagai negara berikut yang mayoritas penduduknya mengaku beragama Islam :

Lihat pula betapa simbol itu juga dipasang pada puncak kubah-kubah masjid di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia:
Golden crescent moons and stars on some of the smaller domes in the Nizamiye Turkish Mosque in Midrand, South Africa  
(Bentuk Bulan sabit dan bintang berwarna keemasan pada beberapa kubah yang lebih kecil di masjid Turki Nizamiye di Midrand, Afrika Selatan)

Surrounded by the sun, the crescent moon and star (an internationally-recognized symbol of the faith of Islam) in the Abdul Gaffoor Mosque in Singapore 
(Dikelilingi oleh bentuk matahari, tampak simbol Bulan sabit dan bintang – yang secara internasional dikenal sebagai simbol agama Islam di masjid Abdul Gaffoor di Singapura)

The crescent moon and star in Sultan Ahmad Shah Mosque in Malaysia  
(Bentuk Bulan sabit dan bintang di masjid Sultan Ahmad Shah di Malaysia)

 
Simbol Bulan Sabit dan Bintang di Kubah Masjid Istiqlal, Jakarta

Dan muncul pula dalam logo berbagai partai politik di Indonesia yang menyatakan dirinya berhaluan Islam. Yang paling awal adalah Partai Sarekat Islam Indonesia dan Madjlis Sjura’ Muslim Indonesia (Masjumi) di Pemilu tahun 1955. Menyusul setelahnya adalah berbagai partai lain seperti Partai Bulan Bintang, Partai Ansor, Partai Kebangkitan Bangsa dan Partai Keadilan Sejahtera. Partai-partai tersebut ada yang menggunakan lambang bulan sabit dan bintang, ataupun bulan sabit tanpa bintang. Ada pula partai politik yang menggunakan lambang bintang yang dikombinasikan dengan lambang lain, misalnya Partai Nahdlatul Ummat dan Partai Kebangkitan Ummat. Partai-partai tersebut merupakan tempat bernaung warga Nahdlatul Ulama (NU). Oleh karena itu, yang digunakan pada dasarnya adalah lambang NU juga, yakni jagat lintang songo (bumi dan sembilan bintang).

Bulan Sabit Pada lambang Partai-Partai
Yang agak jarang disorot adalah lambang organisasi lokal. Diantaranya adalah bendera GAM (Gerakan Aceh Merdeka). Bendera GAM adalah bendera berwarna dasar merah dengan dua garis hitam / putih horisontal. Diantara kedua garis itu terdapat lambang bulan sabit dan bintang. Di kalangan masyarakat muslim Aceh yang terkenal cukup religius, tentunya pencantuman lambang ini berkesan mendalam. Hal ini berlaku bila lambang bulan sabit dan bintang benar-benar dikaitkan dengan agama Islam. Lambang yang mirip digunakan juga oleh gerakan Darul Islam / Tentara Islam Indonesia.

Sebagaimana pemaparan diatas, terlihat jelas bahwa begitu besar peran simbol Bulan Sabit dan Bintang tersebut di masyarakat Muslim. Tak salah rasanya bila ada orang-orang yang menganggap bahwa Bulan Sabit dan Bintang adalah lambang masyarakat Muslim, bahkan ada yang menganggapnya sebagai lambang agama Islam. Anggapan ini merata luas dikalangan masyarakat Muslim sendiri bahkan dikalangan orang-orang kaafir.

Sekarang mari kita telusuri asal-usul mengapa dan bagaimana sampai akhirnya simbol Bulan Sabit dan Bintang ini kemudian secara keliru dianggap sebagai lambang Islam?

Berbagai Bukti Sejarah
Bukti-bukti arkeologis menunjukkan bahwa lambang Bulan Sabit dan Bintang telah lama digunakan 
SEBELUM masa Islam, bahkan sejak beribu-ribu tahun yang lalu, yang berasal dari paganisme Yunani kuno, Assyria dan Babylonia. Dalam suatu situs, dikatakan sebagai berikut :“…Was the moon female to the ancient Egyptians or the Sumerians and Babylonians of Mesopotamia (Iraq)? It may surprise you to learn that the answer is no. To these very old cultures, the moon was male, a god. In Sumer this god was Nanna, in Babylon the same god was called Sin. Nanna was the father of the Queen of Heaven, Inanna (later Ishtar), who was identified with the planet Venus, known then as the morning and evening star. In Egypt, the celestial representation of the Moon God was Thoth, God of Wisdom and Magic, who was credited with the invention of writing. Thoth was depicted with the head of an ibis. In later times, Egypt’s Queen of Heaven, Isis, would be one of several goddesses whose original solar connections would be replaced by lunar ones….”
Artinya : “…. Benarkah bulan itu (asal-usulnya) digambarkan sebagai bentuk perempuan (dewi) dalam kepercayaan Yunani kuno atau Sumeria dan Babilonia dari Mesopotamia (Irak)? Ternyata hal yang mengejutkan untuk kita pelajari bahwa jawabannya itu adalah tidak. Dalam versi kebudayaan yang sangat tua ini, ternyata bulan itu digambarkan dalam bentuk laki-laki (dewa). Dalam kebudayaan Sumeria dewa ini disebut sebagai Nanna, di Babylonia dewa yang sama ini disebut sebagai Sin. Nanna adalah ayah dari Ratu Surga” (the Queen of  Heaven), yang dikenal sebagai Inanna (dan kemudian disebut sebagai Ishtar), yang diidentifikasikan dengan planet Venus, yang dikenal kemudian sebagai bintang pagi dan sore. Dalam kebudayaan Mesir, representasi langit dari Dewa Bulan adalah Thoth, Dewa Kebijakan dan Sihir, yang seringkali dikaitkan dengan penemuan tulisan. Thoth digambarkan sebagai dewa berkepala burung Ibis. Di kemudian hari, “Ratu Surga” (the Queen of  Heaven) dalam kebudayaan Mesir, dikenal sebagai Isis, yang akan menjadi salah satu dari beberapa dewi dimana lambang matahari akan digantikan dengan bulan….”
Stele of Ur-Nammu (ca. 2200 BC), crescent moon, moon god’s symbol 
(Prasasti dari Ur-Nammu, tahun 2200 Sebelum Masehi, bulan sabit digunakan sebagai lambang dewa bulan )

Kemudian dalam situs lain didapat pula bukti prasasti sejarah berikut ini :

Babylonian boundary stone c.1100 BC– The symbols in the upper register of this land-boundary stone represent the gods Ishtar or Venus (the star), the moon god Sin (crescent) and the sun god Shamash. Other symbolism is in the same genre, gods and heavenly powers, some very similar to zodiacal signs. The writing is cuneiform, with a curse on anyone who questions the land ownership or damages the stone (British Museum)
(Artinya: Prasasti batu perbatasan Babilonia, tahun 1100 SM -- Simbol yang terlihat dibagian atas dari batu perbatasan ini adalah melambangkan dewa Ishtar atau Venus (bintang), dewa bulan Sin (bulan sabit) dan dewa matahari Shamash. Simbolisme lainnya adalah dalam genre yang sama, yakni dewa dan kekuatan surgawi, dimana beberapa adalah sangat mirip dengan tanda-tanda zodiak. Tulisan Cuneiform yang tertera pada batu ini adalah merupakan kutukan bagi siapa pun yang mempertanyakan kepemilikan tanah atau membawa kerusakan pada batu tanda perbatasan tanah ini – dari: British Museum)

Kerajaan Persia juga telah menggunakan lambang Bulan Sabit dan Bintang. Bahkan, lambang tersebut tercantum pada mata uang yang diterbitkan pada masa Khosrau II, yakni Raja Persia yang memerintah dari tahun 590 – 628 M. Dialah Kisra yang dikisahkan merobek-robek surat Rosulullah.

Mata uang emas Persia, bergambar Khosrau II. Perhatikan bulan sabit dan bintang di atas bagian kepala
 
Mata uang perak Persia, bergambar Khosrau II. Empat pasang Bulan sabit dan bintang di empat penjuru
This is another depiction of the crescent and star symbol of this ancient Persian coin. As noted, this CRESCENT and STAR symbol is very common in ancient times 
(Satu lagi penggambaran simbol bulan sabit dan bintang dari koin Persia kuno. Sebagai catatan, simbol BULAN SABIT dan BINTANG adalah sangat umum di zaman kuno)


Lambang bulan sabit juga telah digunakan oleh masyarakat Yunani yang mendirikan kota “βυζαντιον” (orang Romawi menyebutnya Byzantivm) sejak ± 670 SM. Mereka menggunakan lambang tersebut dalam kaitannya dengan penyembahan kepada “αρτεμισ” (Artemis, dewi bulan dan perburuan).
Lambang Byzantion (kemudian: Constantinopolis) adalah Bulan Sabit Artemis / Diana

Kota Byzantium jatuh ke tangan Romawi pada abad ke-2 SM. Tidak ada perubahan berarti di sana karena bangsa Romawi sangat mengagumi kebudayaan Yunani. Justru setelah Yunani dikuasai oleh Romawi, maka bangsa Romawi bahkan makin terpengaruh oleh kebudayaan Yunani. Kepercayaan Yunani kuno pun diserap oleh bangsa Romawi, kemudian mereka pertahankan, diantaranya adalah penyembahan kepada Artemis. Di dalam istilah Romawi, dewi Artemis dikenal dengan nama Diana.

“αρτεμισ” (dewi Artemis / Diana). Hiasan pada bagian kepalanya melambangkan Bulan sabit.
Mata uang perak Romawi, bergambar Ivlivs Caesar dengan Bulan sabit di belakang kepala

 
Currency of Rome (dated 217-215 BC), on the crescent moon is the sun and two eight-pointed stars 
(Mata uang Romawi, dari sekitar tahun 217-215 SM, dimana diatas simbol bulan sabit terdapat matahari dan 2 buah bintang segi delapan)





Currency of Septimius Severus (Roman Emperor), 194 AD, a silver ancient Roman coin, Crescent Moon with Seven stars (Mata Uang Kaisar Romawi – Septimius Severus, tahun 194 M, sebuah koin perak kuno Romawi dengan simbol Bulan sabit dan tujuh bintang)


Ketika Kaisar Constantinvs I berkuasa (tahun 306-337 M), dia membuat perubahan-perubahan besar pada tahun 330 M, diantaranya adalah :
1. Dia memindahkan ibukota Romawi dari Roma ke kota Byzantium. Dia pun mengganti nama kota itu menjadi Nova Roma, artinya ‘Roma Baru’. Dalam percakapan sehari-hari, orang pada zaman itu menyebut kota tersebut sebagai “Constantinopolis”, artinya: ‘Kota Constantinus’. Orang sekarang biasa menyebutnya sebagai Istanbul (berdasarkan keputusan pemerintah sekuler Republik Turki sejak tahun 1928 M).

2. Dia menyatakan Nashroni sebagai agama negara. Sebelumnya beberapa kaisar Romawi telah memberikan kebebasan beragama kepada orang Nashroni, tetapi tidak sebagai agama negara. Bahkan pada masa sebelumnya lagi, para kaisar Romawi berlomba-lomba membantai penganut Nashrani.

Keputusan-keputusan diatas selanjutnya mempengaruhi karakter kota Constantinopolis atau Konstantinopel. Kota Konstantinopel yang sebelumnya adalah kota penyembah dewi Artemis / Diana dari paganisme Yunani kuno berubah menjadi kota Nashroni. Lambang kota yang semula berbentuk Bulan sabit ditambahi lambang Bintang yang dalam kepercayaan mereka adalah perlambang dari “Bunda Maria” (– ibu Nabi Isa عليه السلام –, yang mereka sebut sebagai: “Yesus Kristus”) (salah satu gelar yang diberikan kepada “Bunda Maria” adalah stella maris / “bintang lautan”).

An old painting “Mary on the moon” from Bartolome Esteban Murillo [1617-1682 AD], Spain  
(Sebuah lukisan kuno dari pelukis Bartolome Esteban Murillo yang hidup di tahun 1617-1682 M di Spanyol, dimana “Bunda Maria” digambarkan berdiri diatas bulan sabit)


An old painting from Albrecht Durer, dated 1511 AD, “Virgin Mary with Stars atop a Crescent Moon” (Sebuah lukisan tua dari pelukis Jerman Albrecht Durer, pada tahun 1511 M, yang menggambarkan “Perawan Maria dengan bintang-bintang diatas bulan sabit)

Sejak saat itu lah, lambang Bulan Sabit dan Bintang menjadi lambang kota Konstantinopel, ibukota Romawi.
The banner of Constantinople which is later adopted by the Ottomans. It displays the star with the traditional eight rays.
Jadi lambang kota Konstantinopel yakni Bulan Sabit (dewi Artemis) dan Bintang (“Bunda Maria”), dimana bintang ini semula digambarkan sebagai Bintang segi delapan (dan kemudian berubah menjadi bintang segi lima baru pada sekitar tahun 1844 M). Lambang ini kemudian diadopsi oleh Turki Utsmani.


Sejak abad ke-15, masyarakat Turki Utsmani (ada masyarakat Turki dari suku lain, misalnya Kazakh, Uzbek, Turkmen) telah menguasai banyak wilayah Romawi. Pada tahun 1453 M, pasukan Turki Utsmani (orang Barat menyebutnya sebagai: Ottoman) memasuki Konstantinopel, sekaligus mengakhiri pemerintahan Romawi yang telah berusia ± 2000 tahun (jika dihitung sejak pendirian kota Roma).
Wilayah Turki Utsmani pada berbagai masa [creator: Atilim Gunes Baydin] 
Dipimpin oleh Sultan Mehmed II, pasukan Turki yang mayoritas beragama Islam mengganti lagi karakter kota Konstantinopel menjadi kota yang bergaya Asia dan bercorak ke-Islaman. Nama kota dipertahankan, tetapi disesuaikan dengan lidah Arab (sebagaimana yang diucapkan oleh Muhammad Rosluullah), yaitu (Qusţanţīniyyah), ‘Kota Konstantin’.

Mehmet II, Sultan Turki Utsmani 
 
Crescent moon and star was also symbol of Constantinia, where was captured by Mehmed II, and made the central city of the empire 
(Bulan sabit dan bintang semula merupakan simbol dari Konstantinopel, yang kemudian ditaklukkan oleh Sultan Muhammad II, dan kemudian menjadikannya sebagai ibukota kesultanan Turki Utsmani)
Pemerintah Turki Utsmani mengubah banyak hal, juga mempertahankan banyak hal.
  1. Konstantinopel / Qusţanţīniyyah menjadi ibukota Kesultanan Turki Utsmani, dan di kemudian hari menjadi ibukota Khilafah Utsmani (terjadi saat Sultan Salīm I (سليم) mengambil alih kekuasaan khilafah dari Khalifah Abbasiyah terakhir, Al-Mutawakkil-billāh III (المتوكّل بالله), di Qahirah / Kairo)
  2. Gereja αγια σοφια (Hagia Sofia), gereja pusat penyebaran agama Kristen Orthodox, diubah menjadi masjid; patung-patung Nashroni disingkirkan, gambar-gambar ditutup.
  3. Arsitektur khas Romawi Timur, diwakili oleh Gereja Hagia Sofia, menjadi model untuk pembangunan masjid-masjid di seluruh wilayah Utsmani (kubah adalah ciri khas yang paling terlihat)
  4. Lambang Konstantinopel, Bulan Sabit dan Bintang, menjadi lambang berbagai kesatuan di laskar Utsmani; di kemudian hari lambang tersebut bahkan menjadi lambang Khilafah Utsmaniyyah.
Kubah adalah gaya khas bangunan penting dan kuil-kuil Romawi (Barat dan Timur). Gaya arsitektur Romawi Timur mempengaruhi tempat-tempat ibadah di negeri-negeri beragama Kristen Orthodox, misalnya Rusia, Bulgaria, Romania.
Bentuk Asli Gereja Hagia Sofia di Konstantinopel
Gereja Santo Vasily di Moskwa
Katedral Santo Aleksander Nevskiy di Sofia, Bulgaria
Dengan beralihnya kekuasaan khilafah dari keluarga Abbas (Abbasiyah, Arab) ke tangan keluarga Utsmani (Turki), negeri-negeri Islam mulai memandang dinasti Utsmani dan Konstantinopel sebagai pengayom dan model kehidupan. Hal ini sempat terjadi di Timur Tengah. Di masa inilah masjid-masjid dipasangi kubah dan menara (menyerupai Masjid Aya Sofia, bekas Gereja Hagia Sofia), bulan sabit dan bintang pun meraih popularitas di masyarakat muslim.

Bendera Khilafah Utsmani pada periode 1844-1922
Bekas Masjid Aya Sofia, sekarang Museum Aya Sofia di kota Istanbul, yang dahulunya adalah Constantinopolis / Qusţanţīniyyah.
 
Masjid Selimiye (Sultan Salim) di kota Edirne, yang dahulunya adalah: Adrianopolis
Masjid Biru atau Masjid Sultan Ahmad di kota Istanbul, yang dahulunya adalah Constantinopolis / Qusţanţīniyyah
Bendera Republik Turki sejak tahun 1936 adalah menyerupai bendera Khilafah Utsmani

Demikianlah, penggunaan lambang Bulan Sabit dan Bintang serta bentuk kubah pun sejak itu menyebar ke seluruh dunia, termasuk mempengaruhi pula masyarakat Muslim di Indonesia. Padahal simbol Bulan Sabit dan Bintang seyogyanya tidak layak disandingkan dengan Islam, karena ia berasal dari paganisme dan Nashrani.

Dalil Al Qur’an & As Sunnah
Perlu kiranya disadari dan diketahui oleh kaum Muslimin bahwa penyematan simbol-simbol paganisme itu bukanlah perkara remeh, karena ia dapat berdampak pada kecacatan ataupun pada ketidak-sempurnaan iman seseorang, dimana yang berkaitan dengan hal tersebut adalah sebagai berikut :
 1. Allah memberitakan didalam Al Qur’an bahwa Nabi Ibrahim dibimbing oleh-Nya untuk terbebas dari meyakini suatu keyakinan sesat / keliru, berupa penyembahan terhadap bulan, bintang dan matahari

Apabila dalam situs-situs Barat, orang-orang kaafir menuduh bahwa Muslimin itu menyembah berhala sebagaimana mereka (lihat situs Barat berikut: “Is Islam based on pagan roots? pada http://www.pinoyexchange.com/forums/showthread.php?t=523606), maka sangatlah mudah membantah anggapan mereka yang keliru itu.

Perhatikanlah firman Allah  dalam QS. Al An’aam (6) ayat 75-79:
Ayat 75:
وَكَذَٰلِكَ نُرِي إِبْرَاهِيمَ مَلَكُوتَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَلِيَكُونَ مِنَ الْمُوقِنِينَ
Artinya:
Dan demikianlah Kami perlihatkan kepada Ibrohim tanda-tanda keagungan (Kami yang terdapat) di langit dan bumi dan (Kami memperlihatkannya) agar dia termasuk orang yang yakin.”

Ayat 76:
فَلَمَّا جَنَّ عَلَيْهِ اللَّيْلُ رَأَىٰ كَوْكَبًا ۖ قَالَ هَٰذَا رَبِّي ۖ فَلَمَّا أَفَلَ قَالَ لَا أُحِبُّ الْآفِلِينَ
Artinya:
Ketika malam telah gelap, dia melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata: “Inilah Robb-ku”, tetapi tatkala bintang itu tenggelam dia berkata: “Saya tidak suka kepada yang tenggelam“.”

Ayat 77:
فَلَمَّا رَأَى الْقَمَرَ بَازِغًا قَالَ هَٰذَا رَبِّي ۖ فَلَمَّا أَفَلَ قَالَ لَئِنْ لَمْ يَهْدِنِي رَبِّي لَأَكُونَنَّ مِنَ الْقَوْمِ الضَّالِّينَ
Artinya:
Kemudian tatkala dia melihat bulan terbit dia berkata: “Inilah Robb-ku”. Tetapi setelah bulan itu terbenam, dia berkata: “Sesungguhnya jika Robb-ku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang yang sesat”.

Ayat 78:
فَلَمَّا رَأَى الشَّمْسَ بَازِغَةً قَالَ هَٰذَا رَبِّي هَٰذَا أَكْبَرُ ۖ فَلَمَّا أَفَلَتْ قَالَ يَا قَوْمِ إِنِّي بَرِيءٌ مِمَّا تُشْرِكُونَ
Artinya:
Kemudian tatkala ia melihat matahari terbit, dia berkata: “Inilah Robb-ku, ini yang lebih besar”. Maka tatkala matahari itu terbenam, dia berkata: “Hai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan.

Ayat 79 :
إِنِّي وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ حَنِيفًا ۖ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ
Artinya:
Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Robb yang menciptakan langit dan bumi, dengan cenderung kepada dien yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang musyrikin (orang-orang yang mempersekutukan Allah).

Dari ayat-ayat diatas, dapatlah diambil pelajaran bahwa Allah lah Pencipta langit dan bumi, dan bahwasanya bintang, bulan dan matahari hanyalah makhluk ciptaan Allah yang disebarkan-Nya di langit dan bumi sebagai tanda-tanda keagungan-Nya. Allah  membimbing Nabi Ibrahim untuk mengetahui tentang kebesaran-Nya itu agar Nabi Ibrohim  menjadi orang yang beriman pada-Nya. Oleh karena itu di akhir ayat, Nabi Ibrahim menyatakan bahwa beliau  bukanlah termasuk orang-orang musyrikin yang menyembah berhala seperti menyembah pada bintang, bulan dan matahari.

Sangat jelas sekali ayat ini. Oleh karena itu, secara tegas kaum Muslimin semestinya menyatakan bahwa simbol Bulan Sabit dan Bintang BUKAN simbol Islam! Karena kaum Muslimin tidak menyembah bulan, tidak menyembah bintang, tidak pula menyembah matahari sebagaimana kaum paganisme melakukannya. Dan tidak semestinya pula kaum Muslimin menggunakan simbol-simbol bulan sabit, ataupun bintang (baik yang berupa bintang segi lima ataupun bintang segi delapan) dengan anggapan bahwa itu adalah lambang ke-Islaman.

Lalu perhatikan definisi “Muslim” yang Allah beritakan dalam QS. Al Hajj (22) ayat 78 berikut ini, dimana Allah menyuruh kaum Muslimin untuk mengikuti keimanan Nabi Ibrahim  tersebut :
وَجَاهِدُوا فِي اللَّهِ حَقَّ جِهَادِهِ هُوَ اجْتَبَاكُمْ وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ مِّلَّةَ أَبِيكُمْ إِبْرَاهِيمَ هُوَ سَمَّاكُمُ الْمُسْلِمينَ مِن قَبْلُ وَفِي هَذَا لِيَكُونَ الرَّسُولُ شَهِيداً عَلَيْكُمْ وَتَكُونُوا شُهَدَاء عَلَى النَّاسِ فَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَاعْتَصِمُوا بِاللَّهِ هُوَ مَوْلَاكُمْ فَنِعْمَ الْمَوْلَى وَنِعْمَ النَّصِيرُ
Artinya :
Dan berjihadlah kamu pada jalan Allooh dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam dien (ini) suatu kesempitan. (Ikutilah) dien orang tuamu Ibrohim. Dia (Allooh) telah menamai kamu sekalian orang-orang Muslim dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al Qur’an) ini, supaya Rosuul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia, maka dirikanlah sholat, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada tali Allooh. Dia adalah Pelindungmu, maka Dialah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong.

2. Kaum Muslimin hendaknya bangga mempersaksikan pada dunia bahwa dia itu adalah Muslim.
Sudah barang tentu kaum Muslimin itu seharusnya cukup berpedoman pada seluruh apa yang dituntunkan oleh Rosulullah, tanpa mencampur-adukkannya dengan keyakinan-keyakinan lain seperti yang apa-apa yang diyakini oleh paganisme / Yahudi / Nashroni dan sejenisnya.

Justru kaum Muslimin itu harus berani, bangga, tidak berkecil hati untuk menampakkan bahwa dirinya adalah Muslim, karena Allooh سبحانه وتعالى berfirman dalam QS. Aali ‘Imron (3) ayat 64:
قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ تَعَالَوْاْ إِلَى كَلَمَةٍ سَوَاء بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَلاَّ نَعْبُدَ إِلاَّ اللَّهَ وَلاَ نُشْرِكَ بِهِ شَيْئًا وَلاَ يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضاً أَرْبَابًا مِّن دُونِ اللَّهِ فَإِن تَوَلَّوْاْ فَقُولُواْ اشْهَدُواْ بِأَنَّا مُسْلِمُونَ
Artinya:
Katakanlah: “Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah (ibadahi) kecuali Allooh dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan (yang diibadahi) selain Allah“. Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: “Saksikanlah, bahwa kami adalah Muslim (orang-orang yang berserah diri kepada Allah)”.

Perkataan “Saksikanlah” pada akhir ayat menunjukkan bahwa kaum Muslimin itu seharusnya bangga menampakkan bahwa dirinya itu adalah Muslim; dan bukannya malah minder, tidak percaya diri atau malah mengekor pada budaya-budaya orang-orang kaafir sebagaimana yang dilakukan sebagian kalangan kaum Muslimin di zaman ini.

3. Meniru dan menyerupai (tasyabbuh) pada orang-orang musyrikin / kaafir itu adalah Terlarang.
Mungkin sebagian diantara kaum Muslimin menganggap remeh dan sepele tentang hal ini, karena ia semata-mata meninjaunya hanya dari sisi budaya, seni dan kreasi. Tetapi bagi seseorang yang memiliki pendirian ‘aqiidah yang tegas, maka ia tidak akan mau meniru ataupun menggunakan simbol-simbol seperti

Bulan Sabit dan Bintang
Karena fakta dan bukti menunjukkan bahwa lambang-lambang seperti lambang-lambang ini adalah bertitik tolak dari ‘aqiidah dan keyakinan berhala paganisme. Yang notabene adalah Kufur dan Syirik.

Padahal jangankan Kufur dan Syirik; ma’shiyat berupa kefaasiqan dan kebid’ahan saja kita sebagai kaum Muslimin ini dilarang keras untuk menyerupai dan atau menirunya.
Perhatikanlah peringatan Rosulullah dalam hadits berikut ini :
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
Artinya:
Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum maka dia bagian dari kaum itu.”

(Hadits Riwayat Imaam Abu Daawud no: 4033, dan Syaikh Nashirudiin Al Albaany mengatakan Hadits ini Hasanun Shohiih, dari Shohabat ‘Abdullooh bin ‘Umar)

Renungkan betapa dalamnya makna peringatan Rosulullah dalam Hadits diatas. Akibat penggunaan simbol Bulan Sabit dan Bintang oleh banyak diantara kaum Muslimin di berbagai belahan dunia, maka hal ini menyebabkan timbulnya salah persepsi diantara orang-orang kaafir sehingga mereka menganggap bahwa kaum Muslimin itu adalah menyembah Berhala sebagaimana mereka. Bukankah hal ini dimulai dari sikap menganggap remeh terhadap perkara tasyabbuh?

4. Tidak ada  dalil ataupun atsar yang menjelaskan bahwa Rosulullah  pernah memerintahkan ummat Islam untuk menggunakan lambang Bulan sabit dan Bintang, ataupun memberi contoh penggunaannya.
Tanpa adanya contoh dari Muhammad Rosulullah dan shohabat-shohabatnya, tidaklah layak bagi ummat Islam mencanangkan simbol Bulan sabit dan bintang sebagai lambang Islam.

5. Hendaknya kaum Muslimin istiqomah 
Kaum Muslimin harus tetap berpegang teguh pada firman Allah dalam QS. Al An ‘aam (6) ayat 19 berikut in i:
قُلْ أَيُّ شَيْءٍ أَكْبَرُ شَهَادَةً ۖ قُلِ اللَّهُ ۖ شَهِيدٌ بَيْنِي وَبَيْنَكُمْ ۚ وَأُوحِيَ إِلَيَّ هَٰذَا الْقُرْآنُ لِأُنْذِرَكُمْ بِهِ وَمَنْ بَلَغَ ۚ أَئِنَّكُمْ لَتَشْهَدُونَ أَنَّ مَعَ اللَّهِ آلِهَةً أُخْرَىٰ ۚ قُلْ لَا أَشْهَدُ ۚ قُلْ إِنَّمَا هُوَ إِلَٰهٌ وَاحِدٌ وَإِنَّنِي بَرِيءٌ مِمَّا تُشْرِكُونَ
Artinya:
Katakanlah: “Siapakah yang lebih kuat persaksiannya?” Katakanlah: “Allooh”. Dia menjadi saksi antara aku dan kamu. Dan Al Quran ini diwahyukan kepadaku supaya dengan dia aku memberi peringatan kepadamu dan kepada orang-orang yang sampai Al-Quran (kepadanya). Apakah sesungguhnya kamu mengakui bahwa ada tuhan-tuhan lain disamping Allah?” Katakanlah: “Aku tidak mengakui“. Katakanlah: “Sesungguhnya Dia adalah Tuhan Yang Maha Esa dan sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan (dengan Allah)“.

Juga dalam QS. Al Kaafirun (109) ayat 1-6 :
قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ ﴿١﴾ لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ ﴿٢﴾ وَلَا أَنتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ ﴿٣﴾ وَلَا أَنَا عَابِدٌ مَّا عَبَدتُّمْ ﴿٤﴾ وَلَا أَنتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ ﴿٥﴾ لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ ﴿٦﴾
Artinya:
(1) Katakanlah: “Hai orang-orang yang kaafir,
(2) aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah.
(3) Dan kamu bukan penyembah (Allah) yang aku sembah.
(4) Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah.
(5) Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah (Allah) yang aku sembah.
(6) Untukmulah agamamu, dan untukkulah, agamaku”.

Wallahu alam bi showab. Demikian ulasan saya kali ini, semoga bermanfaat.


 



Posting Komentar

0 Komentar