Diantara Keimanan dan Ramalan Tentang Kiamat

Mereka menanyakan kepadamu tentang kiamat: “Kapankah terjadinya?” Katakanlah: “Sesungguhnya pengetahuan tentang kiamat itu adalah pada sisi Tuhanku; tidak seorangpun yang dapat menjelaskan waktu kedatangannya selain Dia. kiamat itu amat berat (huru haranya bagi makhluk) yang di langit dan di bumi. kiamat itu tidak akan datang kepadamu melainkan dengan tiba-tiba”. Mereka bertanya kepadamu seakan-akan kamu benar-benar mengetahuinya. Katakanlah: “Sesungguhnya pengetahuan tentang bari kiamat itu adalah di sisi Allah, tetapi kebanyakan manusia tidak Mengetahui”. (QS Al-A’raf : 187)

Di awal tahun 2012, kita dihebohkan dengan beberapa pernyataan yang mensigtimasi akan terjadinya kiamat pada tanggal 21 Desember 2012. Para pakar-pun angkat bicara mengenai hal tersebut. Prediksi awal yang dibangun berdasarkan ramalan Suku Maya tersebut seolah diiyakan oleh beberapa pakar dengan mengemukakan argument ilmiah bahwa Planet Nibiru akan menghantam Bumi di tahun 2012 ini.

Dalam ajaran Islam, Kiamat merupakan bagian dari fenomena dahsyat yang harus diimani oleh orang-orang mu’min. Mengimaninya adalah sebuah kewajiban, karena Iman kepada hari akahir bagian dari rukun Iman yang enam. Menafikannya merupakan bentuk kekufuran kepada Allah Swt.

Banyak ayat yang menyatakan bahwa kita sebagai orang yang beriman harus beriman kepada hari akhir tersebut. Bahkan, tidak sedikit ayat yang menyatakan keimanan terhadap hari akhir tersebut selalu disandingkan setelah pengungkapan akan keberimanan kepada Allah Swt.

Kiamat pasti terjadi. Akan tetapi kapan ia terjadi, tidak ada yang tahu, bahkan Rasulullah SAW pun tidak mengetahuinya.  Dalam sebuah riwayat, yang kita kenal dengan hadits Jibril diriwayatkan bahwa malaikat Jibril datang kepada Nabi dan bertanya tentang Iman, Islam, Ihsan serta kapan terjadinya Kiamat (Mata as Sa’ah ?), Sang Baginda Rasulullah Saw pun menjawab: “Tidaklah orang yang ditanya lebih mengetahui dari yang bertanya”

Selanjutnya, Rasulullah mengemukakan: “Aku hanya akan memberitahu kamu tentang tanda-tandanya saja, yaitu apabila seorang hamba telah melahirkan tuannya dan apabila para pengembala unta saling belomba-lomba dalam meninggikan bangunan, kemdian Nabi membacakan ayat, (Innallaha ‘indahu ‘ilmus sa’ah [QS Luqman : 34]”)  (H.R. Bukhari : 50).

Sebagai orang yang beriman, kewajiban kita hanyalah mengimani bahwa kiamat itu pasti terjadi, karenanya kita juga harus mempersiapkan diri untuk menghadapinya. Hal tersebut tercermin dalam QS Al-Hasyr : 18.

Cukuplah bagi kita meyakini, bahwa kegelisahan orang-orang Barat yang memvisualisasikan tentang kiamat merupakan gambaran akan kegelisahan mereka akan keyakinan fitrawi tentang akhir zaman. Karena secara naluriah dan ilmiah, mereka meyakini bahwa dunia serta alam semesta ini suatu saat akan mengalami kehancuran.

Disinilah letak perbedaan antara orang beriman dengan orang kafir dalam mensikapi kiamat. Ketika orang beriman mengimani dan mempersiapkan diri, sementara orang kafir bersikap resah, gelisah dan panik.

Dalam Al-Qur’an, kiamat disebut dengan beberapa nama. Seperti : Yawm al-Akhīr (Hari Akhir), Yawm al-Dīn (Hari agama), Yawm al-Faṣl (Hari keputusan), Yawm al-Ḥisāb (Hari Perhitungan), Yawm al-Ba’ats (Hari Kebangkitan), As-Sa’ah (Suatu waktu yang pasti terjadi), al-Qāri’ah (Bencana yang menggetarkan), al-Ghāsyiah (Bencana yang tak tertahankan), al-Hāqqah (Kebenaran besar), al-Wāqi’ah (Peristiwa besar) dan sebagainya.

Penamaan tersebut Allah Swt sampaikan untuk menggambarkan dahsyatnya hari kiamat. Sehingga bagi orang yang beriman akan memilih untuk sibuk beramal shaleh sebagai tanda persiapan mereka menuju Negeri Akhirat, ketimbang mengurusi kapan waktu terjadinya kiamat. Karena kiamat adalah sesuatu yang pasti terjadi.

Kedahsyatan hari Kiamat, Allah Swt sampaikan salahsatunya lewat alur ayat indah dalam surat Al Qari’ah.

“Hari Kiamat, apakah hari Kiamat itu? Tahukah kamu apakah hari Kiamat itu?, Pada hari itu manusia adalah seperti anai-anai yang bertebaran, dan gunung-gunung adalah seperti bulu yang dihambur-hamburkan” (QS Al-Qari’ah : 1-5)

Bahkan dalam surat Al Hajj, Allah Swt lebih lanjut mengingatkan kita akan dahsyatnya hari kiamat tersebut.

“Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu; sesungguhnya kegoncangan hari kiamat itu adalah suatu kejadian yang sangat besar (dahsyat).  (Ingatlah) pada hari (ketika) kamu melihat kegoncangan itu, lalailah semua wanita yang menyusui anaknya dari anak yang disusuinya dan gugurlah kandungan segala wanita yang hamil, dan kamu lihat manusia dalam keadaan mabuk, padahal sebenarnya mereka tidak mabuk, akan tetapi azab Allah itu sangat kerasnya.” (QS Al-Hajj : 1-2).

Rentetan ayat-ayat kiamat merupakan rentetan ayat-ayat keimanan terhadapnya, betapa Allah Swt telah memberikan Tandzir (peringatan) kepada umat manusia, dimana hidup dan kehidupannya tidaklah abadi. Ada masa dimana semua akan hancur dan kembali kepada-Nya. Hal tersebut jelas memuat substansi keimanan. Bahwa kiamat sesuatu yang pasti terjadi.

Dalam persfektif Islam, sebuah kebenaran diyakini kebenarannya karena dibangun atas dasar ilmu. Ilmu yang diyakini kebenarannya tak hanya di ukur secara empiris semata. Melainkan juga berdasarkan tuntunan wahyu. Karenanya, dalam meyakini sesuatu Islam mengukur keyakinan dalam tiga tahapan:

Pertama, ‘Ilmul Yaqin ; meyakini sesuatu berdasarkan Ilmu. Ilmu yang benar-benar jelas kebenaran itu tersampaikan lewat bimbingan wahyu. Seorang yang beriman kepada Allah Swt serta kepada rukun Iman yang lain akan meyakini kebenaran sesuatu berdasarkan Ilmu (wahyu) tersebut. Seperti kita meyakini hari kiamat, kita yakin akan terjadinya kiamat berdasarkan Ilmu yang dikhabarkan Allah Swt lewat Al Qur’an serta petunjuk Nabi Muhammad Saw lewat sunnah (hadits) beliau.

Kedua, ‘Ainul Yaqin; meyakini sesuatu berdasarkan indera penglihatan. Kita yakin akan terjadinya kiamat, dengan melihat fenomena-fenomena bencana alam yang terjadi. Bahwa bumi dan alam ini tidak selamanya kondusif. Karenanya, lahirlah istilah Qiyamat al Shugra dan Qiyamat al Kubra. Keyakinan yang dibangun berdasarkan indera penglihatan tersebut akan menambah keyakinan bagi orang-orang yang berakal.

Ketiga, Haqqul Yaqin; meyakini sesuatu setelah kita benar-benar merasakan hal tersebut. Hal ini terjadi bagi orang-orang yang lengah akan peringatan Allah Swt. Mereka meyakini kebenaran kiamat setelah hal itu terjadi. Seperti gambaran orang-orang lengah dalam Al Qur’an, tepatnya dalam surat Al Zalzalah.

Oleh karena itu, pada dasarnya manusia tidak perlu menyibukan diri dengan segala prediksi dan ramalan tentang waktu terjadinya kiamat. Karena itu bukan urusan manusia. Hanya Allah lah yang tahu kapan kiamat akan terjadi. Rasulullah SAW sekalipun tidak mengetahuinya, beliau hanya mengingatkan kita dengan tanda-tanda akan terjadinya kiamat. Karenanya bagi orang yang beriman, dia akan memilih menyibukan diri dengan beragam amal shaleh sebagai tanda persiapannya akan keyakinan hari kiamat, ketimbang menyibukkan diri dengan meramalkannya yang jelas-jelas merupakan amal salah. (dediesmd)

Wallahu a’lam



Posting Komentar

0 Komentar